Dalam berbagai budaya, terutama di Nusantara, praktik menggunakan susuk—benda asing yang dimasukkan ke dalam tubuh (biasanya kulit atau gigi) untuk tujuan tertentu seperti daya tarik, kekayaan, atau kekuasaan—adalah sebuah rahasia gelap yang sering dibicarakan. Meskipun penggunaannya diklaim memberikan kesuksesan instan di dunia, pandangan agama dan spiritualitas umumnya sepakat bahwa jalan pintas ini membawa konsekuensi serius, yang sering diistilahkan sebagai 'azab'.
Secara esensi, memasukkan susuk bukan sekadar menanam benda fisik. Ia melibatkan proses ritualistik yang sering kali merupakan bentuk perjanjian atau pengikatan diri dengan energi non-manusia atau jin. Dalam pandangan Islam, praktik ini termasuk kategori syirik (menyekutukan Allah) karena melibatkan permintaan pertolongan atau kekuatan dari selain Tuhan Yang Maha Esa. Ketika kekuatan duniawi diperoleh melalui jalan ini, harga yang harus dibayar seringkali jauh lebih mahal daripada keuntungan yang didapat.
Azab bagi pemakai susuk jarang berupa hukuman fisik instan di hadapan publik. Sebaliknya, azab tersebut bersifat perlahan, merusak fondasi spiritual dan kedamaian batin pemakainya. Beberapa konsekuensi yang sering dikaitkan dengan praktik ini meliputi:
Selain dampak spiritual, ada pula konsekuensi fisik yang dialami oleh banyak pemakai susuk. Ketika tiba waktunya untuk melepaskan susuk tersebut—entah karena kesadaran diri, tuntutan agama, atau perintah dari spiritualis yang memasangnya—prosesnya seringkali sangat menyakitkan dan sulit. Benda tersebut seolah menyatu dengan daging, menyebabkan pendarahan hebat, infeksi, atau bahkan komplikasi serius jika dilakukan tanpa bimbingan yang tepat. Tubuh menjadi seperti penjara bagi benda asing tersebut.
Susuk diciptakan untuk menonjolkan sifat buatan. Jika susuk itu adalah penguat pesona, pemakainya akan merasa dirinya tidak berharga atau tidak mampu bersinar tanpa bantuan benda tersebut. Hal ini menciptakan ketergantungan psikologis yang ekstrem. Mereka kehilangan kemampuan untuk mengembangkan potensi diri yang murni dan halal. Kepercayaan diri yang palsu ini mudah runtuh ketika energi susuk melemah.
Jalan keluar dari jeratan susuk adalah melalui penyesalan yang tulus dan upaya pembersihan diri (ruqyah atau proses pelepasan spiritual yang benar). Proses ini menuntut keberanian besar untuk melepaskan kekayaan atau popularitas yang diperoleh secara tidak benar demi kembali pada jalur spiritual yang murni. Keputusan untuk bertobat seringkali merupakan langkah pertama dalam menghadapi azab duniawi agar terhindar dari azab yang lebih besar di akhirat. Ilmu spiritual sejati menekankan bahwa keberkahan sejati datang dari usaha yang lurus, bukan dari jalan pintas yang penuh tipu daya dan perjanjian terlarang. Kehidupan yang damai jauh lebih berharga daripada kesuksesan yang dibayar dengan harga jiwa.