Ilustrasi alat musik senar tradisional.
Arbab Rehana, meskipun sering disingkat menjadi sekadar "Arbab," merujuk pada keluarga instrumen musik dawai (senar) tradisional yang kaya akan sejarah dan budaya di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, khususnya wilayah Arab. Kata "Arbab" sendiri berasal dari bahasa Arab yang secara umum berarti "alat musik" atau "pemimpin/master," sementara "Rehana" bisa merujuk pada variasi spesifik atau makna kultural tertentu tergantung dialek regional. Namun, dalam konteks musikologi modern, sering kali kedua istilah ini digunakan secara bergantian untuk merujuk pada jenis kecapi atau lute kuno.
Instrumen ini merupakan bagian integral dari lanskap musikal sejarah Arab, mendahului banyak instrumen modern yang kita kenal saat ini. Secara struktural, Arbab Rehana memiliki kemiripan dengan oud, tetapi perbedaan utama sering terletak pada bentuk badan resonator, jumlah senar, dan teknik memainkannya. Instrumen ini umumnya memiliki badan yang dangkal atau berbentuk seperti mangkuk (bowl-shaped), terbuat dari kayu keras, dan memiliki leher yang panjang.
Akar dari instrumen jenis Arbab dapat ditelusuri kembali ribuan tahun. Musikologi menunjukkan bahwa instrumen serupa telah ada sejak peradaban Mesopotamia kuno. Ketika Islam menyebar dan budaya Arab berkembang pesat, instrumen ini mengalami evolusi signifikan, terutama di bawah Kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Para musisi dan sarjana musik dari masa itu sering mendokumentasikan penggunaan berbagai bentuk kecapi, di mana Arbab Rehana kemungkinan besar adalah salah satu bentuk yang paling dihargai karena kualitas suaranya yang halus dan merdu.
Berbeda dengan Oud yang seringkali dimainkan secara solois atau dalam ansambel formal, Arbab Rehana pada awalnya mungkin lebih dekat kaitannya dengan musik rakyat, cerita lisan, dan perayaan komunal. Suaranya yang khas dianggap mampu membangkitkan emosi mendalam, menjadikannya instrumen favorit para penyair dan pencerita (rawi) untuk mengiringi narasi mereka.
Meskipun detail konstruksi bervariasi antar daerah (misalnya, varian yang ditemukan di Yaman mungkin berbeda dari yang di Levant), prinsip dasarnya tetap sama: menghasilkan suara melalui getaran senar yang dipetik atau digesek. Beberapa rekonstruksi modern menunjukkan bahwa Arbab Rehana dimainkan dengan cara dipetik menggunakan plektrum (pick), meskipun ada pula catatan yang menyebutkan beberapa jenis Arbab menggunakan busur (bow) seperti biola, menjadikannya nenek moyang dari rebab.
Fleksibilitas nada adalah kekuatan utama instrumen ini. Nada yang dihasilkan cenderung lebih lembut dan resonan dibandingkan instrumen senar yang lebih modern, sangat cocok untuk memainkan mode-mode musik Arab yang kompleks yang dikenal sebagai Maqamat. Kemampuan untuk mengekspresikan mikrotonalitas (nada di antara nada standar) sangat penting dalam genre musik Timur Tengah, dan Arbab Rehana unggul dalam hal ini.
Dalam dunia musik kontemporer yang didominasi oleh instrumen elektrik dan digital, Arbab Rehana menghadapi tantangan untuk tetap relevan. Namun, justru karena warisan sejarahnya yang kuat, instrumen ini kini mengalami kebangkitan kembali dalam kalangan musisi yang tertarik pada pelestarian warisan budaya dan musik otentik.
Para seniman musik etnik dan dunia (world music) sering memasukkan suara Arbab Rehana dalam komposisi mereka untuk memberikan kedalaman historis dan nuansa Timur Tengah yang otentik. Konservatori dan kelompok pelestari budaya di berbagai negara Arab aktif mengadakan lokakarya dan pertunjukan untuk memastikan bahwa pengetahuan tentang pembuatan dan permainan instrumen bersejarah ini tidak hilang ditelan waktu. Pelestarian Arbab Rehana bukan hanya tentang musik; ini adalah upaya menjaga koneksi langsung dengan masa lalu musikal yang megah.