Ayam hutan merupakan salah satu burung yang paling menarik perhatian para pengamat burung dan konservasionis di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Di antara kerabat ayam liar ini, dua spesies seringkali menjadi sorotan utama karena keindahan dan perbedaan habitatnya: Ayam Hutan Hijau (*Gallus varius*) dan Ayam Hutan Merah (*Gallus gallus*). Meskipun keduanya termasuk dalam genus *Gallus*, mereka memiliki perbedaan signifikan, baik dari segi morfologi, perilaku, hingga sebaran geografisnya. Memahami perbedaan ini penting untuk upaya konservasi yang tepat sasaran.
Ayam Hutan Merah adalah spesies yang paling dekat hubungannya dengan ayam domestik modern (*Gallus gallus domesticus*). Jantan dari spesies ini memiliki warna dominan merah bata, keemasan, dan hitam mengkilap yang sangat kontras. Punggung, sayap, dan ekornya didominasi warna merah keemasan yang mencolok, serta memiliki jengger dan pial yang besar berwarna merah cerah.
Habitat Ayam Hutan Merah umumnya ditemukan di hutan sekunder, tepi hutan, dan daerah semak belukar di dataran rendah hingga menengah. Mereka cenderung lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan yang terdegradasi dibandingkan sepupunya yang berwarna hijau. Di beberapa wilayah, mereka sering dicurigai melakukan perkawinan silang dengan ayam domestik, yang menimbulkan tantangan konservasi genetik. Suara panggilannya dikenal lantang dan khas, sering terdengar saat fajar.
Sebaliknya, Ayam Hutan Hijau menunjukkan penampilan yang jauh lebih unik. Jantan dewasa didominasi oleh bulu berwarna hitam kebiruan yang memantulkan cahaya sehingga tampak seperti warna hijau metalik atau ungu gelap. Nama "hijau" berasal dari pantulan warna metalik pada bulu tubuh utama jantan. Salah satu ciri paling mencolok adalah area kulit wajah atau pialnya yang berwarna biru cerah, sangat berbeda dari merah cerah pada Ayam Hutan Merah.
Ayam Hutan Hijau cenderung lebih menyukai hutan primer yang lebih lembap dan dalam dibandingkan dengan Ayam Hutan Merah. Mereka juga dikenal lebih pemalu dan sulit dijumpai. Secara historis, spesies ini dianggap memiliki sebaran yang lebih terbatas, terutama di beberapa pulau besar di Indonesia. Bulu ekornya seringkali lebih panjang dan melengkung dibandingkan Ayam Hutan Merah.
| Karakteristik | Ayam Hutan Hijau (*G. varius*) | Ayam Hutan Merah (*G. gallus*) |
|---|---|---|
| Warna Bulu Jantan Dominan | Hitam kebiruan metalik (tampak hijau/ungu) | Merah bata, emas, dan hitam |
| Warna Kulit Wajah/Pial | Biru cerah | Merah cerah |
| Habitat Preferensi | Hutan primer, lebih lembap | Hutan sekunder, tepi hutan, semak belukar |
| Hubungan dengan Ayam Domestik | Jauh lebih jauh | Sangat dekat (nenek moyang langsung) |
| Pola Ekor | Lebih panjang, melengkung | Lebih tegak, tidak terlalu melengkung |
Perbedaan dalam preferensi habitat ini menunjukkan bahwa kedua spesies memiliki kebutuhan ekologis yang berbeda. Ancaman deforestasi hutan primer menjadi risiko terbesar bagi kelangsungan hidup Ayam Hutan Hijau, sementara hibridisasi dengan ayam peliharaan menjadi ancaman utama bagi kemurnian genetik Ayam Hutan Merah.
Meskipun keduanya merupakan bagian penting dari keanekaragaman hayati hutan tropis, pemahaman yang jelas mengenai karakteristik fisik dan ekologis masing-masing spesies sangat krusial. Penamaan ilmiah yang berbeda (*varius* versus *gallus*) menegaskan bahwa mereka adalah entitas evolusioner yang terpisah, membutuhkan strategi perlindungan yang berbeda pula. Melindungi habitat alami mereka adalah kunci untuk memastikan kedua ayam hutan ikonik ini dapat terus bertahan di alam liar.