Ilustrasi Simbolis: Kejatuhan Azab atas Kota yang Durhaka
Kisah kenabian adalah cerminan abadi dari hubungan antara Allah dengan umat-Nya. Di antara kisah-kisah yang paling menonjol akan teguran keras dan konsekuensi dari pembangkangan adalah riwayat Nabi Luth AS beserta kaumnya, yaitu kaum Sodom dan Gomora. Kisah ini bukan sekadar narasi masa lalu, melainkan sebuah peringatan keras mengenai batas-batas moralitas dan dampak penghinaan terhadap fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.
Nabi Luth diutus untuk membimbing penduduk kota-kota di lembah subur tersebut. Namun, penduduknya telah tenggelam jauh dalam kemaksiatan yang melampaui batas kewajaran, terutama dalam aspek hubungan sosial dan seksual. Mereka terkenal karena melakukan perbuatan keji (fahisyah) yang belum pernah dilakukan oleh umat sebelumnya, yaitu mendekati sesama jenis laki-laki untuk melampiaskan nafsu, sambil mengabaikan kaum wanita yang telah disediakan sebagai pasangan yang sah.
Nabi Luth berulang kali menasihati mereka, mengingatkan akan keesaan Allah dan bahaya yang mengintai akibat perbuatan mereka. Ia mengingatkan mereka bahwa tindakan tersebut adalah perbuatan yang dibenci oleh alam dan Tuhannya. Namun, nasihat tersebut selalu disambut dengan ejekan, penolakan keras, dan bahkan ancaman fisik. Kaumnya menganggap ajaran Nabi Luth kuno dan tidak relevan dengan "gaya hidup modern" mereka. Mereka menantang azab yang dijanjikan, seolah-olah peringatan ilahi hanyalah bualan kosong.
Ketika Nabi Luth dan pengikutnya yang beriman telah dipisahkan dari kaum durhaka tersebut, janji hukuman ilahi pun tiba. Pertanyaan mendasar yang sering muncul adalah: kaum nabi luth mendapat azab berupa apa?
Menurut narasi Al-Qur'an dan tafsir yang diterima, azab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth sangat spesifik dan mengerikan. Azab tersebut meliputi dua bentuk utama yang saling berkaitan:
Dampak dari azab ini sangat final. Tidak ada yang selamat kecuali Nabi Luth dan keluarganya (kecuali istrinya yang enggan beriman) serta sedikit pengikut setia. Kota-kota mereka menjadi tenggelam dan berubah menjadi dataran rendah yang penuh lumpur dan air asin, yang kita kenal hari ini sebagai bagian dari Laut Mati. Kehancuran ini menunjukkan betapa seriusnya Allah memandang penyimpangan moral yang terstruktur dalam sebuah masyarakat.
Pelajaran utama yang dapat kita tarik adalah bahwa peradaban tidak akan bertahan jika fondasinya dibangun di atas kemaksiatan sistematis dan penolakan terang-terangan terhadap prinsip keadilan dan kesucian yang diajarkan oleh para nabi. Nabi Luth telah memberikan peringatan, tetapi ketika peringatan diabaikan dan dosa justru diagungkan, maka azab yang spesifik dan menghancurkan adalah konsekuensinya. Kisah ini berfungsi sebagai pengingat abadi bagi seluruh umat manusia melintasi zaman bahwa batasan-batasan moral adalah hak prerogatif Ilahi yang jika dilanggar akan membawa kehancuran yang tidak terhindarkan.