Sampah organik adalah material sisa yang berasal dari makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan, yang secara alami dapat terurai (terdekomposisi) melalui proses biologis. Pengelolaan sampah organik sangat krusial karena jika dibiarkan menumpuk, ia akan menghasilkan gas metana yang berkontribusi pada pemanasan global, serta mencemari lingkungan sekitar.
Memahami jenis-jenis sampah organik adalah langkah pertama dalam upaya pengurangan volume sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Sampah ini sebenarnya memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi jika dikelola dengan benar.
Sampah organik dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya. Klasifikasi ini membantu dalam menentukan metode pengolahan yang paling efektif, baik itu komposting, vermikomposting, atau pengolahan anaerobik.
Ini adalah jenis sampah organik yang paling umum ditemukan di rumah tangga, restoran, dan pasar swalayan. Sisa makanan sangat cepat membusuk dan memiliki kandungan air yang tinggi, menjadikannya bahan baku yang sangat baik untuk kompos, meskipun memerlukan perhatian khusus agar tidak menarik hama.
Sampah jenis ini biasanya memiliki rasio karbon (C) yang lebih tinggi dibandingkan sisa makanan yang kaya nitrogen (N). Sampah kebun sangat ideal sebagai bahan "coklat" dalam proses pengomposan, membantu menyeimbangkan kelembaban dan aerasi tumpukan kompos.
Dalam skala yang lebih besar, limbah pertanian merupakan kontributor terbesar sampah organik. Pengelolaan limbah ini seringkali terintegrasi dengan proses pertanian itu sendiri, seperti dijadikan mulsa atau pupuk kembali ke lahan.
Meskipun tidak selalu berasal dari dapur, material ini juga bersifat mudah terurai dan seringkali memerlukan penanganan khusus karena volume atau komposisinya.
Ketika sampah organik bercampur dengan sampah anorganik (plastik, logam, kaca), proses daur ulang dan pengolahan menjadi sangat rumit. Di TPA, sampah organik yang terurai tanpa oksigen (anaerobik) akan menghasilkan gas metana ($\text{CH}_4$), gas rumah kaca yang 25 kali lebih kuat daripada karbon dioksida ($\text{CO}_2$) dalam menjebak panas di atmosfer.
Sebaliknya, ketika kita memisahkan sampah organik dan mengolahnya menjadi kompos, kita tidak hanya mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA, tetapi kita juga menciptakan produk berharga: pupuk alami yang kaya nutrisi. Pupuk ini meningkatkan kualitas tanah, mengurangi kebutuhan akan pupuk kimia sintetis, dan mendukung pertanian berkelanjutan.
Proses paling umum adalah komposting, di mana sampah organik dicampur dengan bahan kaya karbon (seperti daun kering) dan dibiarkan mengalami dekomposisi terkontrol. Hasil akhirnya adalah humus yang menyuburkan, menutup siklus alam dengan sempurna.
Dengan memilah sampah organik di sumbernya—rumah tangga atau restoran—kita memberikan kontribusi signifikan terhadap lingkungan. Ini adalah investasi kecil yang menghasilkan dampak besar bagi keberlanjutan planet kita.