Simbolisasi prosesi ritual adat Jawa

Cara Mengubur Ari-Ari Menurut Adat Jawa

Ari-ari atau plasenta merupakan organ penting yang menyokong kehidupan bayi selama di dalam kandungan. Dalam tradisi masyarakat Jawa, proses kelahiran bayi tidak hanya diakhiri dengan kelahiran itu sendiri, tetapi juga diikuti dengan serangkaian ritual penting, salah satunya adalah upacara penguburan ari-ari. Ritual ini bukan sekadar pembuangan limbah biologis, melainkan memiliki makna filosofis dan spiritual yang mendalam, melambangkan ikatan antara anak, orang tua, dan alam semesta.

Makna Filosofis Penguburan Ari-Ari

Adat Jawa sangat menjunjung tinggi keseimbangan antara alam spiritual dan alam nyata. Ari-ari dianggap sebagai 'saudara kembar' (sedulur banyu) bayi yang harus diperlakukan dengan hormat. Dalam pandangan spiritual Jawa, ari-ari dipercaya membawa sebagian energi atau 'nyawa' dari sang bayi. Oleh karena itu, penguburannya harus dilakukan di tempat yang baik dan suci agar energi tersebut tidak disalahgunakan oleh kekuatan negatif.

Selain itu, lokasi penguburan sering kali dipilih di halaman depan rumah, tepatnya di bawah pohon atau di sudut tertentu yang dianggap membawa keberuntungan atau ketenangan bagi penghuni rumah. Hal ini didasari keyakinan bahwa dengan menguburnya di dekat rumah, ikatan spiritual antara anak dan rumah tempat ia dilahirkan akan selalu kuat.

Persiapan dan Prosesi Ritual

Prosesi penguburan ari-ari biasanya dilakukan pada hari yang sama atau selambat-lambatnya tiga hari setelah kelahiran bayi. Persiapan yang matang sangat diperlukan untuk memastikan ritual berjalan sesuai dengan pakem adat yang berlaku. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam tata cara penguburan ari-ari menurut adat Jawa:

Langkah-Langkah Utama:

  1. Pembersihan dan Pembungkusan: Setelah ari-ari dikeluarkan dari rahim, organ tersebut harus dicuci bersih menggunakan air mengalir (biasanya air kembang tujuh rupa). Setelah bersih, ari-ari dibungkus dengan kain mori putih (kain kafan) yang melambangkan kesucian.
  2. Penambahan Sesaji: Ari-ari yang sudah dibungkus kemudian dimasukkan ke dalam wadah khusus, biasanya kendil (guci tanah liat) atau bambu, bersama dengan sesaji atau ubo rampe. Sesaji ini umumnya terdiri dari:
    • Kembang tujuh rupa (melati, mawar, kenanga, dll.)
    • Jejer (beras yang sudah ditumbuk)
    • Bawang merah dan bawang putih
    • Kain putih
    • Kadang ditambahkan jarum dan benang jahit.
  3. Pemilihan Lokasi: Lokasi penguburan harus diputuskan. Umumnya di halaman depan rumah, sisi kiri atau kanan rumah, atau di bawah pohon besar yang dianggap keramat atau memberikan naungan.
  4. Proses Penggalian Lubang: Lubang harus digali sedalam kurang lebih satu hingga satu setengah meter. Proses penggalian ini seringkali dilakukan oleh kepala keluarga atau orang yang dituakan di keluarga tersebut.
  5. Proses Penguburan dan Doa: Wadah berisi ari-ari diletakkan di dasar lubang. Sebelum ditutup tanah, sesepuh keluarga atau orang tua bayi akan memanjatkan doa atau mantra dalam bahasa Jawa kuno (atau versi sederhana) yang berisi harapan agar kelak si anak menjadi anak yang baik, berbakti, dan dilindungi Tuhan.
  6. Penutupan dan Penandaan: Lubang ditutup kembali dengan tanah. Di atas area kuburan ari-ari tersebut, sering ditanami tanaman tertentu, seperti pohon kembang (misalnya, pohon kamboja, melati, atau pace/mengkudu) sebagai penanda dan simbol harapan.

Pentingnya Tanaman Penanda

Penanaman pohon di atas lokasi kuburan ari-ari memiliki makna simbolis yang kuat. Misalnya, menanam pohon kamboja dipercaya dapat membuat bayi kelak menjadi pribadi yang tenteram dan dihormati. Jika ditanam pohon pace (mengkudu), diharapkan sang anak kelak menjadi orang yang gigih dan tidak mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan hidup, meskipun pace dikenal memiliki rasa yang kurang enak.

Ritual mengubur ari-ari dalam adat Jawa adalah manifestasi konkret dari penghormatan terhadap kehidupan dan alam. Ini mengajarkan bahwa segala sesuatu yang berasal dari ibu pertiwi harus dikembalikan dengan cara yang bermartabat dan penuh doa. Meskipun zaman modern telah membawa banyak perubahan, bagi banyak keluarga Jawa, ritual ini tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari menyambut anggota keluarga baru, memastikan fondasi spiritual mereka tertanam kuat sejak awal keberadaan di dunia.

🏠 Homepage