Dalam lanskap organisasi kemasyarakatan (ormas) di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) memiliki perangkat organisasi yang sangat terstruktur, salah satunya adalah Barisan Ansor Serbaguna, atau yang lebih dikenal sebagai Banser. Meskipun seringkali terjadi kerancuan dalam penyebutan di masyarakat, perlu ditegaskan bahwa Banser adalah badan otonom di bawah Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor), yang merupakan sayap kepemudaan NU. Secara historis dan keanggotaan, Banser tidak berafiliasi langsung dengan Muhammadiyah, meskipun kedua ormas besar ini memiliki sejarah panjang dalam upaya menjaga keutuhan bangsa.
Banser dibentuk dengan tujuan utama menjaga keutuhan, keamanan, dan eksistensi ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah (Aswaja) yang dianut oleh NU. Keberadaan mereka sangat vital dalam setiap acara-acara besar NU, mulai dari peringatan hari besar keagamaan, pengamanan wilayah, hingga operasi kemanusiaan.
Ilustrasi simbolis Kesiagaan Organisasi
Meskipun fungsi utama Banser sering dikaitkan dengan pengamanan fisik, peran mereka jauh melampaui itu. Dalam banyak situasi bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, atau pandemi, Banser seringkali menjadi garda terdepan dalam distribusi bantuan logistik, evakuasi korban, dan membantu pemulihan pasca-bencana. Mereka mewujudkan konsep "khoirunnas anfa'uhum linnas" (sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama).
Pembentukan dan pelatihan Banser melibatkan penekanan kuat pada disiplin, loyalitas terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Struktur komando yang jelas memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan tetap berada dalam koridor hukum dan etika kebangsaan. Ini menjadikan Banser sebagai salah satu kekuatan sipil pendukung stabilitas nasional yang terorganisir.
Perlu ditekankan kembali mengenai istilah yang mungkin menimbulkan kebingungan: Banser adalah bagian dari NU. Muhammadiyah, sebagai ormas Islam terbesar kedua, memiliki sayap otonom sendiri yang berfungsi serupa dalam lingkup organisasinya. Meskipun demikian, dalam konteks kebangsaan, sinergi dan koordinasi antara Banser (NU) dan berbagai badan semi-keamanan di Muhammadiyah sering terjadi dalam menghadapi tantangan bersama, terutama dalam menjaga ketertiban umum dan menangkal radikalisme.
Dinamika hubungan antar ormas besar seperti NU dan Muhammadiyah ditandai dengan semangat ukhuwah Islamiyah dan kebangsaan. Ketika isu-isu nasional muncul, kedua kekuatan ini seringkali berdiri bahu membahu. Ini menunjukkan bahwa meskipun struktur internal mereka berbeda—Banser di NU, dan sayap keamanan lain di Muhammadiyah—tujuan akhir mereka seringkali selaras: kemaslahatan umat dan keamanan negara.
Proses kaderisasi Banser sangat ketat. Calon anggota harus melalui serangkaian pelatihan fisik, mental, ideologi, dan keagamaan. Pelatihan ini tidak hanya membentuk kemampuan teknis dalam pengamanan baris-berbaris (PBB) atau pertolongan pertama, tetapi yang lebih penting adalah menanamkan nilai-nilai ke-Islaman yang moderat dan nasionalisme yang kuat. Para anggota Banser diharapkan menjadi benteng moral di tengah masyarakat.
Keterlibatan mereka dalam masyarakat juga terlihat dari partisipasi aktif dalam pengamanan kegiatan keagamaan lokal, pengawalan ulama, hingga membantu program-program pemerintah daerah yang memerlukan dukungan sumber daya manusia yang terlatih dan disiplin. Kehadiran seragam loreng Banser di berbagai pelosok nusantara telah menjadi simbol kehadiran NU yang selalu siap mengawal nilai-nilai kebangsaan dan keagamaan yang toleran.