Ilustrasi simbolis padang mahsyar yang luas dan terik.
Hari Kiamat, atau Yaumul Qiyamah, adalah janji mutlak bagi seluruh umat manusia. Setelah kebangkitan dari kubur, seluruh makhluk akan dikumpulkan di satu tempat yang sangat luas, yang dikenal sebagai Padang Mahsyar. Tempat ini bukan seperti padang hijau yang kita kenal, melainkan sebuah dataran tanpa bangunan, tanpa naungan, dan dihantam oleh panas yang luar biasa. Kengerian azab di Padang Mahsyar merupakan klimaks dari ketakutan yang paling mendalam bagi setiap jiwa yang pernah hidup.
Salah satu gambaran paling mengerikan adalah kondisi fisik Padang Mahsyar itu sendiri. Diriwayatkan bahwa bumi akan diganti menjadi bumi yang baru, datar, bersih dari segala tanda kehidupan, dan terbuat dari perak murni atau tanah yang putih bersih. Namun, penderitaan utama datang dari matahari. Matahari akan didekatkan hingga jaraknya hanya sejauh satu mil atau bahkan sejengkal dari kepala manusia. Bayangkan terik matahari di siang bolong yang paling menyengat, kini berada sangat dekat tanpa adanya awan atau perlindungan sedikit pun.
Akibatnya, manusia akan tenggelam dalam keringat mereka sendiri. Tingkat keringat ini bervariasi sesuai dengan bobot amal perbuatan. Ada yang keringatnya hanya sampai mata kaki, namun ada pula yang tenggelam dalam lautan keringatnya sendiri hingga mencapai telinga atau bahkan tenggelam sepenuhnya. Kondisi ini memicu siksaan fisik yang tak tertanggungkan, sebuah azab yang dirasakan sebelum penghitungan amal dimulai.
Di Padang Mahsyar, manusia akan berdiri dalam waktu yang sangat lama, menanti dimulainya perhitungan amal (Hisab). Durasi penantian ini digambarkan sebagai waktu yang sangat panjang, melebihi ribuan tahun yang kita kenal. Selama masa penantian tersebut, kepanasan, kehausan, dan ketakutan akan hari penghakiman menjadi siksaan mental yang menghimpit. Semua orang akan berada dalam ketelanjangan—telanjang tanpa pakaian, tanpa hartanya, tanpa pelindung—semua status duniawi sirna.
Di tengah kegalauan ini, manusia akan mencari syafaat atau pertolongan. Mereka akan mendatangi para nabi dan rasul secara berurutan, mulai dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, hingga akhirnya mendatangi Nabi Muhammad ﷺ. Setiap nabi akan menolak untuk memohon pertolongan karena beratnya hari itu, hingga akhirnya Nabi Muhammad ﷺ bersujud dan diberikan izin untuk memberikan syafaat 'Al-Uzhma' (syafaat terbesar), yaitu permohonan agar perhitungan segera dimulai. Proses mencari perlindungan ini sendiri menambah panjang durasi penderitaan di bawah terik matahari yang menyiksa.
Bagi mereka yang menolak kebenaran dan durhaka kepada Allah SWT, azab di Padang Mahsyar jauh lebih mengerikan daripada sekadar kepanasan. Wajah mereka yang dahulu sombong akan menjadi hitam legam, dan mereka akan didorong menuju tempat perhitungan dengan hina. Mereka tidak akan mendapatkan naungan dari Allah SWT. Kehausan mereka akan sedemikian dahsyat, namun yang mereka dapatkan hanyalah air yang sangat panas dan keruh, yang jika didekatkan ke wajah, akan membakar wajah mereka.
Kengerian ini berfungsi sebagai pengingat keras bahwa setiap tindakan, sekecil apa pun, di dunia akan dipertanggungjawabkan. Padang Mahsyar adalah titik balik di mana setiap pembelaan diri akan sia-sia. Setiap lisan akan dibungkam, dan anggota tubuh yang selama hidup digunakan untuk berbuat maksiat akan bersaksi melawan pemiliknya. Kegelapan dan keputusasaan melingkupi mereka yang lalai, menunggu keputusan akhir yang akan menentukan apakah mereka menuju surga yang penuh kenikmatan atau neraka yang kekal penuh siksaan. Oleh karena itu, mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi di Padang Mahsyar adalah inti dari ketaatan kita saat ini.