Dunia klenik dan praktik mistis selalu menyelimuti sisi gelap kehidupan masyarakat. Di antara berbagai praktik tersebut, santet—sebuah bentuk kiriman energi negatif yang diyakini dapat menyebabkan penyakit mendadak atau kesialan—tetap menjadi momok menakutkan. Para pelakunya, yang dikenal sebagai dukun santet, sering kali beroperasi dalam kerahasiaan, didorong oleh motif dendam, persaingan, atau keserakahan materi. Namun, kepercayaan turun-temurun menyatakan bahwa setiap perbuatan buruk, terutama yang melibatkan pelanggaran norma spiritual dan etika kemanusiaan, pasti akan menemukan konsekuensinya, atau yang sering disebut sebagai "azab".
Fenomena santet, meskipun sulit dibuktikan secara ilmiah, telah mendarah daging dalam narasi budaya banyak daerah. Kisah-kisah mengenai dukun yang akhirnya menerima balasan atas perbuatannya menyebar dari mulut ke mulut, berfungsi sebagai peringatan keras. Secara umum, azab yang dikaitkan dengan praktik santet digambarkan dalam beberapa bentuk. Ada yang percaya bahwa energi negatif yang dilepaskan akan kembali kepada pelakunya dengan kekuatan berlipat ganda. Contoh klasik sering menceritakan dukun yang tiba-tiba jatuh sakit parah tanpa sebab medis yang jelas, atau mengalami kecelakaan mengerikan yang seolah-olah direkayasa alam semesta.
Bukan hanya terkait kondisi fisik, azab tersebut juga sering dikaitkan dengan keruntuhan sosial dan spiritual. Dukun santet yang sukses dalam menjalankan niat jahatnya konon akan hidup dalam ketakutan dan paranoia abadi. Kepercayaan diri mereka akan terkikis oleh kesadaran akan dosa besar yang telah mereka lakukan. Dalam banyak versi cerita rakyat, kekayaan yang didapat dari hasil "pesugihan" atau pembayaran jasa santet tidak akan pernah membawa kebahagiaan sejati; sebaliknya, kekayaan itu menjadi sumber penderitaan karena selalu dihantui oleh bayangan korban mereka.
Mengapa azab ini diyakini terjadi? Dalam perspektif spiritualitas tradisional, alam semesta diyakini memiliki mekanisme keseimbangan. Ilmu hitam dianggap sebagai perusakan keseimbangan tersebut. Mereka yang menggunakan kekuatan untuk menyakiti sesama dianggap telah membuka gerbang bagi energi destruktif untuk memasuki kehidupan mereka. Proses pengembalian ini sering digambarkan sebagai siklus karma yang tak terhindarkan. Jika dukun tersebut menggunakan media tertentu—seperti benda pusaka atau perjanjian gaib—maka azab tersebut bisa muncul dalam bentuk kerusakan pada media itu sendiri, atau pemutusan hubungan dengan entitas gaib yang selama ini membantu.
Salah satu narasi yang paling sering muncul adalah kegagalan ritual perlindungan diri sang dukun. Ketika seorang dukun mengirimkan santet, ia harus melindungi dirinya sendiri dari "pantulan" energi. Jika niatnya murni jahat tanpa pertimbangan keselamatan diri dalam bingkai aturan gaib yang ia patuhi, kegagalan dalam ritual proteksi bisa berarti santet itu sendiri yang malah menembus pertahanannya. Ini bisa bermanifestasi sebagai penyakit yang menyerupai efek santet yang ia kirimkan, seperti demam tinggi berkepanjangan atau munculnya benda-benda aneh di tubuhnya.
Terlepas dari aspek metafisiknya, ada konsekuensi nyata yang dihadapi dukun santet, yaitu dampak psikologis dan sosial. Dalam masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai moralitas, identitas sebagai pelaku ilmu hitam membawa stigma yang mengerikan. Ketika identitas mereka terkuak—entah karena pengakuan, bukti tak terduga, atau kegagalan santet yang mencolok—mereka sering kali dikucilkan. Pengucilan ini bisa lebih menyakitkan daripada penyakit fisik mana pun, karena kehilangan dukungan komunal, yang merupakan fondasi utama kehidupan di banyak lingkungan. Ketakutan akan pembalasan dendam dari keluarga korban juga menjadi beban psikologis yang konstan.
Kisah azab dukun santet berfungsi lebih dari sekadar cerita horor; ia adalah cerminan kolektif dari harapan masyarakat agar keadilan, dalam bentuk apa pun, tetap ditegakkan. Dalam pandangan mayoritas, meskipun hukum formal mungkin sulit membuktikan perbuatan santet, hukum alam atau hukum spiritual harus memberikan vonis akhir. Keyakinan ini memberikan sedikit rasa aman bahwa perbuatan jahat tidak akan luput dari pengawasan, dan bahwa integritas moral pada akhirnya akan menang atas kegelapan yang disebarkan oleh mereka yang memilih jalan pintas melalui ilmu hitam. Intinya, azab tersebut adalah manifestasi dari ketidakmampuan ilmu hitam untuk memberikan kedamaian sejati bagi pemeluknya.