Ari-ari, atau dalam istilah medis disebut plasenta, adalah organ vital yang memainkan peran krusial selama masa kehamilan. Ia berfungsi sebagai jembatan kehidupan antara ibu dan janin, menyediakan nutrisi, oksigen, serta membuang zat sisa metabolisme janin. Dalam konteks budaya dan khususnya pandangan Islam, ari-ari bukan sekadar organ biologis yang terbuang setelah proses persalinan; ia memiliki nilai spiritual dan memerlukan perlakuan yang layak dan bermartabat.
Islam sangat menekankan penghormatan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penciptaan manusia, termasuk bagian-bagian tubuh yang keluar dari rahim ibu. Ari-ari adalah bagian yang menyertai kelahiran seorang manusia, saksi bisu dari proses sakral tersebut. Oleh karena itu, penanganannya harus didasari oleh prinsip kebersihan, kesopanan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai kesucian.
Kedudukan Ari-Ari dalam Perspektif Islam
Meskipun tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Qur'an atau Hadis yang secara spesifik mengatur tata cara pembuangan ari-ari secara rinci (seperti harus dikubur di mana atau bagaimana cara mencucinya), para ulama dan tradisi Islam telah merumuskan panduan berdasarkan prinsip umum syariat. Prinsip utamanya adalah menjaga kebersihan (thaharah) dan menghindari perlakuan yang merendahkan terhadap apa pun yang pernah menjadi bagian dari tubuh manusia.
Ari-ari dianggap sebagai bagian dari diri manusia yang telah terpisah. Membuangnya sembarangan di tempat sampah umum, misalnya, dipandang kurang etis dan tidak menghormati proses kelahiran yang penuh berkah. Dalam banyak kebudayaan Muslim, tindakan mengubur ari-ari merupakan bentuk penghormatan tertinggi terhadapnya.
Visualisasi sederhana hubungan vital antara ibu dan janin melalui ari-ari.
Tata Cara Pengelolaan yang Dianjurkan
Mengikuti tradisi Islam yang telah berkembang, penanganan ari-ari yang paling dianjurkan adalah menguburnya di tanah. Tindakan ini mengandung beberapa makna filosofis:
- Pengembalian kepada Asal: Mengubur ari-ari di tanah adalah simbol pengembalian materi biologis ke bumi, sesuai dengan konsep bahwa manusia berasal dari tanah dan akan kembali kepadanya (Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un).
- Menjaga Kebersihan: Penguburan mencegah organ tersebut terpapar atau dihinakan oleh orang lain.
- Simbol Kedekatan: Beberapa ulama menganjurkan agar ari-ari dikubur di halaman rumah tempat anak itu lahir, sebagai simbol bahwa bagian dari dirinya akan selalu "berakar" di tempat kelahirannya. Namun, ini bukan kewajiban mutlak.
Proses Penguburan
Proses yang umum dilakukan meliputi:
- Pembersihan: Ari-ari harus dibersihkan dari darah atau cairan yang tersisa seperlunya, menggunakan air bersih, demi menjaga kehormatan.
- Pembungkusan: Setelah bersih, ari-ari dibungkus dengan kain putih yang bersih.
- Penguburan: Ari-ari kemudian dikubur di tempat yang layak, biasanya sedalam satu jengkal (sekitar 20-30 cm), dan ditutup kembali dengan tanah.
Perbedaan Pandangan dan Praktik Budaya
Penting untuk dicatat bahwa meskipun prinsip dasarnya adalah penghormatan dan penguburan, detail pelaksanaannya dapat bervariasi antar budaya dan mazhab fikih. Beberapa praktik lokal mungkin menambahkan ritual seperti membaca doa tertentu saat penguburan atau menaburi bunga. Dalam Islam, selama inti dari tindakan tersebut adalah kebersihan dan niat baik untuk menghormati, maka praktik tersebut selama tidak mengandung unsur syirik atau bid'ah yang menyesatkan, umumnya dapat ditoleransi sebagai bentuk kebiasaan yang baik (urf hasanah).
Intinya, ari-ari adalah bagian yang menunjukkan kebesaran ciptaan Allah SWT. Perlakuannya harus mencerminkan kesadaran bahwa proses kelahiran adalah anugerah besar. Dengan memperlakukannya secara hormat melalui penguburan yang layak, umat Islam menunjukkan rasa syukur dan penghormatan terhadap proses kehidupan itu sendiri. Ini adalah bentuk ketelitian (wara') dalam beragama, yakni menjauhi hal-hal yang mungkin dipandang kurang pantas meskipun tidak secara eksplisit dilarang.