Ilustrasi Konsep Rahmat Allah
Qul yā ‘ibādiyalladzīna asrafụ ‘alā anfusihim lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh, innallāha yaghfirudh-dhunụba jamī‘ā, innahụ Huwal-Ghafụrur-Rahīm.
Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan melakukan maksiat), janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Surat Az-Zumar ayat ke-53 seringkali dijuluki sebagai "Ayat Seruan Harapan" atau "Ayat Anti Keputusasaan" dalam Al-Qur'an. Ayat ini merupakan salah satu penegasan paling kuat dari Allah SWT mengenai sifat kasih sayang-Nya yang tak terbatas, terutama kepada para pendosa yang telah banyak melakukan kesalahan. Allah memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk menyampaikan pesan ini secara langsung kepada hamba-hamba-Nya.
Frasa "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (asrafụ ‘alā anfusihim)" menunjukkan bahwa seruan ini ditujukan kepada siapa pun yang merasa dirinya telah terjerumus terlalu jauh ke dalam lembah dosa dan maksiat. Kata "asrafu" menyiratkan tindakan yang melampaui batas kewajaran atau terlalu berlebihan dalam melakukan keburukan. Bagi mereka yang merasa imannya telah terkikis habis, ayat ini adalah jembatan untuk kembali.
Inti dari ayat ini terletak pada larangan tegas: "janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah (lā taqnaṭụ mir raḥmatillāh)". Keputusasaan terhadap ampunan Allah dianggap sebagai dosa besar tersendiri, karena itu berarti meragukan kebesaran dan kemurahan Tuhan. Islam mengajarkan bahwa selama nyawa masih di kandung badan, pintu taubat senantiasa terbuka lebar. Tidak ada satu pun dosa, seberat apa pun, yang tidak dapat diampuni oleh Allah.
Klimaks dari ayat ini adalah penegasan ilahiyah: "Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (innallāha yaghfirudh-dhunụba jamī‘ā)". Kata "jamī‘ā" (semuanya) menekankan universalitas pengampunan tersebut. Ini bukan hanya berlaku untuk dosa kecil, tetapi juga dosa-dosa besar yang telah dilakukan berulang kali, asalkan taubatnya dilakukan dengan sungguh-sungguh (tawbatun nasuha), disertai penyesalan yang mendalam, dan tekad kuat untuk tidak mengulanginya lagi.
Ayat diakhiri dengan penyebutan dua sifat utama Allah yang menjadi jaminan bagi para pendosa yang bertaubat: "Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang (innahụ Huwal-Ghafụrur-Rahīm)". Al-Ghafur (Maha Pengampun) menunjukkan aksi Allah yang menutupi dan menghilangkan jejak dosa, sementara Ar-Rahim (Maha Penyayang) menunjukkan kasih sayang-Nya yang mencakup segala sesuatu, termasuk rahmat untuk menerima taubat.
Memahami Az-Zumar ayat 53 memberikan perspektif spiritual yang sangat vital. Ia mendorong umat Islam untuk selalu menjaga optimisme dalam hubungan mereka dengan Sang Pencipta, mengingatkan bahwa kesalahan manusiawi adalah keniscayaan, namun kembalinya kepada kebenaran haruslah menjadi prioritas utama. Ayat ini adalah lentera yang memandu jiwa yang tersesat kembali ke jalan yang terang, menegaskan bahwa rahmat Allah jauh lebih luas daripada kesalahan manusia.