Ilustrasi peringatan Maulid Nabi
Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia untuk mengenang kelahiran sosok agung pembawa rahmat bagi semesta alam. Dalam rangkaian peringatan tersebut, terdapat berbagai bacaan dan ratiban yang seringkali memiliki kekhususan tersendiri, salah satunya adalah yang terkadang dirujuk sebagai bacaan maulid azab. Istilah ini, meski tidak selalu baku dalam nomenklatur resmi, seringkali merujuk pada bagian-bagian tertentu dari rawi atau qasidah yang menekankan keagungan, mukjizat, atau bahkan potensi ancaman (azab) bagi mereka yang berpaling dari ajarannya, meskipun fokus utamanya tetaplah kecintaan dan penghormatan.
Dalam konteks tradisi Islam Nusantara, pembacaan Maulid sangat kaya akan variasi. Mulai dari Barzanji, Diba', hingga Simtudduror. Setiap teks memiliki nuansa spiritual yang berbeda. Apabila kita menelaah lebih dalam apa yang dimaksud dengan 'azab' dalam konteks ini, ia bukan semata-mata hukuman fisik, melainkan lebih cenderung merupakan gambaran konsekuensi logis dari pengingkaran terhadap risalah suci yang dibawa Rasulullah SAW.
Maulid secara esensial adalah perayaan syukur. Namun, rasa syukur tersebut seringkali dibarengi dengan upaya untuk memperkuat keimanan dan mengingatkan diri sendiri serta jamaah akan tanggung jawab mengikuti sunnah Rasul. Bacaan yang memuat unsur 'peringatan keras' (yang mungkin disalahartikan sebagai 'azab') berfungsi sebagai pengingat bahwa kebahagiaan abadi hanya dapat diraih dengan ketaatan penuh.
Para ulama dan pembaca Maulid biasanya menyusun rangkaian ritual sedemikian rupa sehingga energi emosional jamaah terbagi; ada bagian yang membangkitkan rasa cinta dan kerinduan (mahabah), dan ada bagian yang menegaskan pentingnya kewaspadaan (wara') terhadap perbuatan yang menjauhkan dari rahmat Allah SWT. Jadi, bacaan maulid azab, dalam interpretasi yang lebih moderat, adalah bagian dari diksi puitis yang mengingatkan akan Hari Perhitungan.
Sebuah sesi pembacaan Maulid umumnya diawali dengan pujian kepada Allah SWT, dilanjutkan dengan shalawat atas Nabi, kemudian narasi kisah kelahiran (sirah), mukjizat, dan sifat-sifat terpuji beliau. Bagian yang sensitif atau dianggap 'keras' seringkali muncul saat pembacaan membahas tentang kedudukan Nabi sebagai pemberi syafaat dan peringatan bagi kaum yang mendustakan.
Kekuatan dalam penyampaian bacaan ini terletak pada lantunan (irama) dan penghayatan pembaca. Ketika dilantunkan dengan melodi yang syahdu namun tegas, pesan moral dan spiritual dapat meresap lebih dalam ke dalam hati pendengar. Tujuannya bukan untuk menakut-nakuti semata, melainkan untuk memotivasi introspeksi diri secara mendalam.
Di era kontemporer, pemahaman terhadap teks-teks keagamaan perlu dilakukan dengan kacamata pemahaman kontekstual. Ketika kita membahas bacaan maulid azab, penting untuk memilah antara narasi historis (seperti hukuman bagi kaum terdahulu yang ingkar) dan pesan utama yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yaitu rahmat (rahmatan lil 'alamin).
Kajian mendalam terhadap kitab-kitab Maulid, seperti Maulid Al-Habsyi atau Al-Barzanji yang telah populer, akan menunjukkan bahwa inti dari setiap bait adalah penegasan tauhid dan keteladanan Nabi. Jika ada bagian yang terkesan keras, itu adalah cerminan dari universalitas dakwah, di mana peringatan bagi orang yang zalim adalah bagian tak terpisahkan dari pesan keselamatan bagi umat yang beriman. Kehadiran peringatan ini melengkapi keseluruhan narasi cinta kasih.
Merayakan Maulid Nabi adalah merayakan sempurna budi pekerti. Baik melalui lantunan shalawat yang menyejukkan maupun melalui renungan yang mengingatkan tentang konsekuensi, tujuannya tunggal: mendekatkan diri kepada Allah melalui kecintaan yang mendalam kepada Rasul-Nya. Dengan memahami konteks bacaan maulid azab sebagai bagian dari peringatan utuh, umat dapat mengambil pelajaran tanpa tergelincir pada rasa putus asa, melainkan kembali dengan semangat baru untuk meneladani akhlak Nabi yang mulia.