Isu perselingkuhan dalam rumah tangga adalah luka yang sangat dalam, baik bagi pasangan yang dikhianati maupun bagi struktur keluarga secara keseluruhan. Dalam banyak budaya, termasuk Indonesia, kesetiaan adalah pilar utama pernikahan. Ketika pilar ini runtuh akibat tindakan suami yang mencari kebahagiaan di luar ikatan sah, sering kali muncul pemikiran tentang konsekuensi yang akan dihadapiāsering disebut sebagai 'azab'.
Membahas azab suami selingkuh tidak selalu berarti mencari pembalasan instan berupa bencana fisik. Dalam konteks sosial dan psikologis, azab dapat terwujud sebagai runtuhnya kehormatan, kehancuran reputasi, dan penderitaan batin yang tak tertanggungkan. Ketika rahasia perselingkuhan terbongkar, suami yang tadinya disegani di masyarakat bisa tiba-tiba kehilangan respek dari keluarga, rekan kerja, bahkan anak-anaknya sendiri. Ini adalah bentuk kehancuran sosial yang nyata.
Salah satu konsekuensi paling cepat dari perselingkuhan adalah hilangnya kepercayaan total dari istri. Kepercayaan, setelah direnggut, sangat sulit, bahkan mustahil untuk dipulihkan sepenuhnya. Ini menciptakan jurang emosional yang membuat rumah tangga menjadi ruang hampa, di mana setiap interaksi dipenuhi kecurigaan dan rasa sakit. Bagi suami yang bersalah, ia terisolasi dalam kebohongannya sendiri.
Secara spiritual, banyak yang meyakini bahwa perbuatan dosa besar seperti perzinaan akan membawa dampak buruk yang bersifat metafisik. Dalam pandangan ini, azab suami selingkuh mencakup kegelisahan jiwa, berkurangnya keberkahan dalam rezeki, dan rasa tidak tenang yang terus menghantui. Kehidupan yang seharusnya dipenuhi kedamaian bersama keluarga justru dipenuhi bayang-bayang rasa bersalah dan ketakutan akan terungkapnya kebenaran.
Bayangkan dampaknya pada anak-anak. Anak-anak sangat sensitif terhadap ketegangan di rumah. Ketika figur ayah yang seharusnya menjadi panutan moral terbukti tidak jujur, hal ini dapat merusak pandangan mereka terhadap hubungan, komitmen, dan nilai-nilai moral. Kerusakan psikologis pada anak-anak ini adalah salah satu bentuk azab yang paling menyakitkan dan berlarut-larut bagi sang suami.
Dalam ranah hukum dan finansial, perselingkuhan seringkali menjadi pintu masuk bagi perceraian. Proses perceraian yang timbul akibat pengkhianatan dapat mengakibatkan pembagian harta yang tidak diinginkan, hilangnya hak asuh anak, atau setidaknya beban finansial yang besar untuk membangun kembali kehidupan. Kehilangan stabilitas finansial adalah realitas pahit yang seringkali menyertai akhir dari perselingkuhan.
Apapun pandangan spiritual atau konsekuensi sosial yang menyertainya, kisah mengenai azab suami selingkuh selalu mengingatkan kita pada satu hal mendasar: janji pernikahan adalah kontrak suci yang menuntut tanggung jawab besar. Ketika komitmen dilanggar, konsekuensinya tidak hanya dirasakan oleh satu pihak, tetapi merembet ke seluruh sistem yang telah dibangun bersama.
Pada akhirnya, kesadaran akan potensi kehancuran ini seharusnya menjadi benteng pencegahan. Menjaga kesetiaan bukan hanya soal takut akan balasan, tetapi merupakan bentuk penghormatan tertinggi terhadap pasangan hidup, keluarga, dan sumpah yang pernah diucapkan di hadapan banyak orang. Kehancuran reputasi dan hati yang patah adalah harga yang terlalu mahal untuk dibayar demi kesenangan sesaat.