Ilustrasi Metafora Kehancuran Kota (Alt Text: Ilustrasi kehancuran kota yang terbalik dan ditimpa bencana besar).
Kisah Nabi Luth AS dan kaumnya yang tinggal di kota Sodom dan Gomora merupakan salah satu narasi paling dramatis dan penting dalam sejarah kenabian. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah, melainkan peringatan keras mengenai konsekuensi penyimpangan moral yang ekstrem. Azab yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth menjadi titik balik yang mengubah geografi dan sejarah peradaban kuno.
Nabi Luth diutus oleh Allah SWT untuk membimbing kaumnya di wilayah yang subur, namun penduduknya tenggelam dalam kemaksiatan. Dosa terbesar kaum ini, sebagaimana yang dicatat dalam Al-Qur'an, adalah perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh umat sebelum mereka: praktik homoseksualitas secara terang-terangan dan menolak segala bentuk ajaran yang dibawa Nabi Luth. Mereka tidak hanya melakukan perbuatan tersebut, tetapi juga menantang kenabian Luth dan bahkan berniat mencelakakan tamu-tamu yang diutus Allah kepadanya.
Berulang kali Nabi Luth mengingatkan mereka akan ancaman siksa jika mereka tidak menghentikan perbuatan keji tersebut. Namun, kaumnya menolak dengan congkak, menyatakan bahwa mereka akan selamat karena merasa perbuatan mereka adalah hal yang biasa dan tidak perlu dihentikan. Penolakan ini menunjukkan tingkat kekerasan kepala dan pendangkalan iman yang luar biasa.
Ketika kaum tersebut telah melewati batas kesabaran Allah dan menolak untuk bertobat walau telah diberikan peringatan keras, maka datanglah keputusan ilahi. Allah SWT memerintahkan Nabi Luth untuk membawa keluarganya (kecuali istri beliau yang termasuk golongan yang membangkang) meninggalkan kota tersebut pada malam hari sebelum fajar.
Azab yang menimpa mereka sangat spesifik dan mengerikan. Sumber-sumber teologis menjelaskan bahwa azab tersebut dimulai dengan kegelapan, disusul dengan goncangan bumi yang hebat. Kemudian, Allah membalikkan kota-kota mereka (Sodom dan Gomora) dari bawah ke atas, menjadikan tanah yang dulunya subur kini menjadi jurang yang dipenuhi cairan belerang yang membakar. Kejadian ini dikenal sebagai peristiwa pembalikan kota (Al-Mu'tafika).
Secara geografis, peristiwa ini diyakini telah mengubah lanskap wilayah tersebut secara permanen. Banyak sejarawan dan ahli geografi mengaitkan lokasi azab kaum Luth ini dengan terbentuknya Laut Mati (Dead Sea). Laut Mati adalah cekungan air asin yang sangat rendah dan dikelilingi oleh gurun, sebuah anomali geologis yang seringkali dikaitkan dengan bencana besar di masa lalu. Kehidupan di Laut Mati nyaris mustahil karena tingkat salinitasnya yang ekstrem, mencerminkan kesucian dan kekeringan yang ditimbulkan oleh hukuman ilahi.
Inti dari kisah azab kaum Nabi Luth adalah penegasan tentang konsekuensi fatal dari penyimpangan moral yang disengaja dan penolakan terhadap kebenaran yang dibawa oleh para rasul. Pesan utama yang bisa diambil adalah:
Kisah ini terus relevan hingga kini sebagai pengingat bahwa kemajuan peradaban tidak akan berarti jika moralitas dan nilai-nilai luhur telah ditinggalkan demi hawa nafsu dan penyimpangan yang dibenarkan oleh kelompok tertentu. Azab kaum Luth adalah cerminan universal bahwa penyimpangan ekstrem dari norma ilahi akan selalu berujung pada kehancuran.