Ilustrasi: Keseimbangan amal dan kewajiban spiritual.
Sholat atau salat adalah tiang agama Islam. Pernyataan ini bukanlah sekadar ungkapan retoris, melainkan sebuah penegasan fundamental mengenai prioritas ibadah dalam kehidupan seorang Muslim. Rasulullah SAW bersabda bahwa sholat adalah pembeda utama antara seorang Muslim sejati dan mereka yang tidak, atau mereka yang kualitas imannya lemah. Meninggalkan sholat, apalagi dengan sengaja dan tanpa uzur syar’i, merupakan dosa besar yang menempatkan pelakunya pada posisi yang sangat berbahaya di hadapan Allah SWT.
Bagi seorang Muslim, sholat lima waktu adalah janji suci yang harus ditepati. Ini adalah komunikasi langsung dengan Sang Pencipta, sarana membersihkan jiwa dari kotoran duniawi, serta pengingat konstan akan tujuan hidup kita di muka bumi. Ketika seseorang secara rutin mengabaikan panggilan salat, bukan hanya ritualnya yang hilang, tetapi juga koneksi spiritualnya dengan sumber kedamaian dan rahmat.
Islam memberikan peringatan yang sangat keras mengenai konsekuensi meninggalkan sholat. Dalam banyak ayat Al-Qur'an dan hadits, ancaman siksa disebutkan secara gamblang bagi mereka yang lalai. Salah satu dalil paling terkenal berasal dari Surah Maryam ayat 59, yang menjelaskan bahwa setelah generasi penerus yang menyia-nyiakan sholat dan menuruti hawa nafsu datang, mereka akan menghadapi kehancuran.
Para ulama menafsirkan 'menyia-nyiakan shalat' ini bukan hanya berarti meninggalkannya sama sekali, tetapi juga menundanya hingga waktu yang telah lewat, atau mengerjakannya dengan cara yang tidak sempurna dan tanpa kekhusyukan. Azab yang dijanjikan tidak hanya bersifat ukhrawi, tetapi dampaknya seringkali terasa di dunia. Orang yang meninggalkan sholat seringkali hidupnya terasa sempit, penuh kegelisahan, dan kehilangan keberkahan, meskipun mungkin secara materi terlihat makmur.
Dalam pandangan banyak mazhab, sengaja meninggalkan sholat fardhu tanpa alasan yang sah adalah perbuatan kufur kecil (kekufuran amaliyah) atau bahkan kufur akbar yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tergantung pada tingkat kesadaran dan keyakinannya. Umar bin Khattab RA pernah berkata, "Sesungguhnya shalat adalah penentu (ukuran) bagi Islam seseorang. Siapa pun yang meninggalkannya, maka gugurlah agamanya."
Jika seseorang meninggalkan sholat karena malas namun masih meyakini kewajibannya, ia tetap dikenakan sanksi keras, seringkali berupa cambuk atau hukuman penjara hingga ia mau bertaubat dan kembali mendirikan sholat. Namun, jika ia meninggalkannya karena mengingkari kewajibannya (menolak syariat), maka hukumannya adalah kekafiran. Ini menunjukkan betapa seriusnya masalah ini dalam pandangan Islam.
Meskipun ancaman azab bagi yang meninggalkan sholat itu nyata dan mengerikan, pintu rahmat Allah SWT selalu terbuka lebar bagi siapa pun yang ingin kembali. Jika saat ini Anda termasuk golongan yang lalai atau pernah meninggalkan sholat, ketahuilah bahwa taubat nasuha adalah solusi utama. Taubat harus disertai dengan penyesalan yang mendalam, berjanji sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya, dan segera mengganti (qadha) sholat-sholat yang telah terlewat.
Mulailah langkah kecil. Jangan biarkan rasa malu atau takut menghalangi Anda untuk kembali bersujud. Segera tegakkan sholat fardhu, lalu susul dengan sholat qadha secara bertahap. Kehidupan yang tenteram dan penuh keberkahan hanya akan kembali ketika sholat telah tegak sebagaimana mestinya. Mengingat potensi azab yang menanti adalah motivasi kuat untuk menjadikan sholat sebagai prioritas tertinggi, bukan sekadar kewajiban, melainkan kebutuhan jiwa.