Dalam industri peternakan modern, fokus utama sering kali tertuju pada ayam ras petelur betina, karena merekalah yang menghasilkan komoditas utama: telur konsumsi. Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai nasib dan peran ayam ras petelur jantan (DOC - Day Old Chick jantan). Ayam-ayam ini, yang secara genetik ditujukan untuk menghasilkan telur, secara inheren tidak dapat bertelur. Artikel ini akan membahas secara mendalam bagaimana ayam ras petelur jantan dikelola, tantangan yang dihadapi, dan peran strategis mereka dalam ekosistem peternakan.
Penting untuk membedakan antara ayam ras petelur jantan dengan ayam pedaging (broiler). Ayam pedaging dibiakkan khusus untuk memiliki laju pertumbuhan otot yang cepat dalam waktu singkat. Sebaliknya, ayam ras petelur, baik jantan maupun betina, dikembangkan untuk efisiensi konversi pakan yang tinggi menjadi energi untuk produksi telur, bukan untuk pembentukan daging besar. Akibatnya, ayam petelur jantan cenderung memiliki postur tubuh yang lebih ramping dan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai bobot potong yang ekonomis dibandingkan ayam pedaging murni.
Secara genetik, ayam petelur jantan dari galur murni (seperti Leghorn atau strain ISA Brown/Lohmann Brown) memiliki potensi pertumbuhan daging yang suboptimal. Ketika mereka dipelihara hingga dewasa, mereka memerlukan pakan yang lebih banyak untuk mencapai bobot yang diinginkan, sehingga efisiensi biayanya menjadi rendah dibandingkan investasi pada ayam broiler yang memang dirancang untuk tujuan tersebut. Inilah alasan utama mengapa manajemen ayam jantan ini menjadi isu krusial.
Setiap tahun, jutaan DOC ayam ras petelur jantan dihasilkan sebagai produk sampingan dari pemeliharaan indukan penghasil telur komersial. Tantangan utama bagi peternak adalah menentukan apa yang harus dilakukan terhadap populasi ayam ini. Ada tiga jalur utama yang biasa ditempuh, masing-masing memiliki implikasi ekonomi dan etis tersendiri.
Salah satu solusi yang paling umum adalah menggemukkan ayam jantan ini untuk pasar daging kelas bawah atau sebagai bahan baku olahan. Meskipun pertumbuhannya lambat, mereka tetap bisa menghasilkan daging. Namun, peternak harus mampu mengelola ekspektasi pasar. Pemasaran harus menekankan bahwa ini adalah ayam "sampingan" dan bobot panennya tidak akan sebanding dengan ayam broiler premium. Manajemen pakan yang hati-hati diperlukan agar biaya pakan tidak melebihi nilai jual daging mereka.
Di beberapa daerah, ayam petelur jantan yang tumbuh mencapai usia dewasa muda (sekitar 4-5 bulan) dapat dimanfaatkan sebagai ayam jago untuk sabung atau pemacek bagi ayam kampung untuk menghasilkan ayam F1 (persilangan). Meskipun ini bukan solusi skala industri besar, ini memberikan nilai tambah pada komoditas yang tadinya dianggap limbah.
Karena tantangan ekonomis yang signifikan, di banyak negara maju, praktik eutanasia dini (pengendalian populasi) sering dilakukan pada DOC ayam petelur jantan sesaat setelah identifikasi jenis kelamin. Keputusan ini didasarkan pada perhitungan ekonomi murni, di mana memelihara ayam yang tidak akan pernah memberikan keuntungan signifikan dianggap tidak efisien dan membebani sumber daya (pakan dan kandang). Praktik ini memicu perdebatan etika yang kuat mengenai kesejahteraan hewan.
Mengingat tekanan etis dan kebutuhan efisiensi, industri sedang mencari solusi jangka panjang. Salah satu inovasi yang sedang gencar dikembangkan adalah teknologi In-Ovo Sexing. Teknologi ini memungkinkan penentuan jenis kelamin embrio saat masih di dalam telur, sebelum penetasan. Jika metode ini berhasil diterapkan secara luas dan ekonomis, perusahaan penetasan tidak perlu lagi menetaskan telur yang dipastikan akan menghasilkan ayam jantan.
Jika In-Ovo Sexing berhasil, hanya telur yang menghasilkan betina yang akan ditetaskan untuk memenuhi permintaan pasar telur konsumsi. Hal ini akan menghilangkan masalah penanganan populasi ayam ras petelur jantan dalam skala besar. Hingga teknologi tersebut matang, ayam ras petelur jantan akan terus menjadi subjek manajemen ganda: penggemukan parsial atau, dalam kasus tertentu, pengendalian populasi untuk menjaga efisiensi keseluruhan rantai pasok telur. Pengelolaannya memerlukan keahlian khusus yang berbeda dengan manajemen betina yang fokus pada produksi.
Ayam ras petelur jantan mewakili kompleksitas tersembunyi di balik produksi pangan harian kita.