Ari-ari, atau dalam istilah medis dikenal sebagai plasenta, adalah organ vital yang berfungsi selama masa kehamilan. Organ ini memainkan peran krusial dalam menghubungkan ibu dan janin, menyalurkan nutrisi, oksigen, serta membuang zat sisa metabolisme janin. Dalam ajaran Islam, proses kelahiran dan segala hal yang menyertainya—termasuk pembuangan ari-ari—memiliki tata cara dan nilai spiritual tersendiri yang perlu diperhatikan oleh umat Muslim. Memahami ari-ari tidak hanya dari sisi medis, tetapi juga dari perspektif syariat adalah bagian dari menjalankan ajaran agama secara menyeluruh terhadap proses kehidupan.
Meskipun Al-Qur'an dan Hadis tidak secara eksplisit membahas secara rinci mengenai tata cara penanganan pasca-persalinan untuk ari-ari, para ulama telah merumuskan panduan berdasarkan prinsip-prinsip umum dalam Islam, terutama yang berkaitan dengan kebersihan (thaharah) dan penghormatan terhadap apa pun yang berasal dari tubuh manusia. Ari-ari dianggap sebagai bagian organik dari diri manusia yang telah selesai menjalankan fungsinya, sehingga penanganannya harus dilakukan dengan cara yang terhormat dan bersih.
Ilustrasi simbolik mengenai hubungan ibu dan ari-ari.
Setelah proses persalinan selesai dan ari-ari keluar, muncul pertanyaan mengenai bagaimana seharusnya organ tersebut diperlakukan. Dalam Islam, kebersihan adalah sebagian dari iman, sehingga segala sesuatu yang kotor atau terpisah dari tubuh harus dibersihkan dan dikubur dengan cara yang baik.
Langkah pertama yang disarankan adalah membersihkan sisa darah atau lendir yang masih menempel pada ari-ari. Setelah itu, ari-ari sebaiknya dibungkus dengan kain bersih. Tindakan ini menunjukkan rasa hormat terhadap sesuatu yang pernah menjadi bagian dari proses penciptaan seorang manusia, meskipun secara biologis ia bukan lagi organ vital.
Mayoritas ulama sepakat bahwa ari-ari harus dikuburkan layaknya jenazah (walaupun tidak perlu dimandikan dan dishalatkan seperti manusia). Penguburan ini bertujuan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah penggunaan ari-ari untuk hal-hal yang tidak diperbolehkan atau dianggap takhayul oleh sebagian masyarakat.
Proses penguburan sebaiknya dilakukan di tanah yang bersih dan ditanam sedalam kuburan biasa. Beberapa tradisi menyebutkan bahwa mengubur ari-ari di halaman rumah dekat dengan tempat tinggal adalah praktik yang umum, namun hal ini lebih kepada kebiasaan lokal dan bukan kewajiban agama yang pasti, selama penanganannya bersih dan layak.
Di beberapa kebudayaan, terdapat berbagai mitos dan kepercayaan terkait ari-ari, seperti menyimpannya, mengeringkannya, atau bahkan menjualnya. Dalam perspektif Islam, praktik-praktik semacam ini harus dihindari karena bertentangan dengan prinsip tauhid (keesaan Allah) dan menjauhi segala bentuk takhayul.
Fokus utama dalam Islam adalah memastikan bahwa setiap hal yang terpisah dari tubuh manusia ditangani dengan cara yang paling menjaga kehormatan dan kebersihan, sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan kesucian.
Mengapa Islam menekankan pada cara penanganan ari-ari? Hikmahnya terletak pada kesadaran bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan penciptaan manusia memiliki kehormatan. Ari-ari telah berjuang bersama janin selama sembilan bulan, menjadi perantara rezeki dan kehidupan. Oleh karena itu, memperlakukannya dengan layak, yaitu dengan dibersihkan dan dikubur dengan baik, adalah bentuk rasa syukur dan penghormatan atas karunia Allah SWT.
Dengan menguburkan ari-ari secara layak, umat Muslim mengajarkan kepada generasi baru tentang pentingnya siklus kehidupan dan kematian yang alami, serta menjauhkan diri dari praktik-praktik yang mengarah pada penyekutuan atau takhayul yang tidak berdasar. Penanganan yang benar adalah manifestasi nyata dari iman yang bersih dan pengetahuan yang benar mengenai batasan syariat.