Simbolisasi hubungan spiritual antara bayi dan sumber kehidupannya.
Dalam tradisi Hindu, khususnya di Bali, kelahiran seorang anak merupakan peristiwa sakral yang membawa serta serangkaian ritual dan pemahaman filosofis mendalam. Salah satu komponen fisik kelahiran yang mendapatkan perhatian khusus adalah Ari-Ari, atau dalam bahasa Sansekerta sering dikaitkan dengan konsep yang lebih luas tentang plasenta. Ari-Ari bukan sekadar organ biologis; ia dipandang sebagai "saudara kembar" spiritual anak.
Menurut kosmologi Hindu Dharma, setiap individu diciptakan dengan lima unsur (Panca Mahabhuta) dan membawa potensi spiritual yang unik. Ari-Ari adalah bagian integral dari proses penciptaan tersebut. Ia adalah jembatan penghubung antara ibu dan janin selama masa kandungan, menyediakan nutrisi dan kehidupan. Dalam pandangan spiritual, Ari-Ari dipercaya menyimpan energi vital, jejak karma awal, dan memuat 'bhumi' (tanah) atau tempat di mana kehidupan tersebut bermula.
Di Bali, masyarakat meyakini bahwa Ari-Ari adalah wadah yang menyimpan energi halus dari Sang Ibu Pertiwi. Ketika Ari-Ari dilepaskan setelah proses kelahiran, ia harus diperlakukan dengan hormat dan disucikan agar energi negatif tidak kembali mengganggu keselamatan anak dan keluarganya. Penghormatan ini mencerminkan filosofi bahwa segala sesuatu yang berasal dari alam harus dikembalikan dengan cara yang benar dan terhormat.
Ritual utama yang menyertai pelepasan Ari-Ari adalah upacara 'Ngubur Ari-Ari' atau 'Mendhem'. Upacara ini dilakukan segera setelah Ari-Ari dibersihkan dan dibungkus dengan kain putih yang disiapkan khusus.
Tempat penguburan sangatlah penting. Secara tradisional, Ari-Ari dikubur di halaman rumah, biasanya di dekat tiang utama (saka guru) atau di tempat yang dianggap memiliki energi positif dan aman. Lokasi ini dipilih karena Ari-Ari harus "ditanam" di tanah suci keluarga, sebagai janji bahwa anak tersebut akan selalu terikat dan mendapatkan perlindungan dari alam lingkungannya.
Sebelum dikubur, Ari-Ari biasanya dicuci bersih, kemudian dibungkus dengan daun pisang atau kain putih, dan seringkali disertai sesajen sederhana yang berisi bunga, beras, dan dupa sebagai simbol persembahan kepada Sang Pencipta dan Ibu Pertiwi. Proses ini dilakukan dengan doa agar segala energi negatif yang mungkin melekat padanya segera sirna.
Ritual penanaman Ari-Ari memiliki beberapa fungsi simbolis yang mendalam:
Ada pula keyakinan bahwa Ari-Ari yang dikubur harus dijaga agar tidak digali oleh binatang atau diganggu oleh unsur lain. Dalam beberapa daerah, tempat penguburan tersebut akan ditandai dengan batu atau tanaman tertentu, yang kelak akan menjadi titik pengingat penting dalam kehidupan keluarga tersebut.
Meskipun konsep dasar tentang pentingnya Ari-Ari sama, pelaksanaan ritualnya dapat bervariasi antar daerah di Indonesia yang menganut Hindu. Beberapa keluarga mungkin menambahkan dupa khusus atau meminta pandita (pemuka agama) untuk memimpin upacara secara lebih formal. Namun, inti dari praktik tersebut tetap sama: mengakui dan menghormati bagian tubuh yang memungkinkan kelahiran terjadi.
Ari-Ari, dalam lensa Hindu, adalah saksi bisu dari transisi kehidupan dari alam roh ke alam manusia. Penghormatan terhadapnya mencerminkan pandangan hidup bahwa kehidupan adalah siklus yang saling berhubungan, di mana setiap elemen, sekecil apa pun, memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan alam semesta (Rwa Bhineda).