Dalam panteon mitologi Yunani, terdapat dua dewa yang sering kali dipandang sebagai antitesis namun saling melengkapi: Ares dan Eros. Ares, dewa perang yang haus darah dan penuh amarah, mewakili kekerasan, keberanian yang brutal, dan konflik terbuka. Sebaliknya, Eros, dewa cinta dan gairah yang sering digambarkan sebagai anak panah yang tak terduga, melambangkan hasrat yang membara, daya tarik seksual, dan hubungan yang intens.
Ares: Amarah yang Tak Terbendung
Ares adalah personifikasi dari aspek paling destruktif dari perang. Berbeda dengan Athena, yang mewakili strategi militer yang cerdas dan terukur, Ares hanyalah nafsu untuk bertarung, darah yang membasahi medan laga, dan teriakan kemenangan yang dipenuhi kekejaman. Kehadirannya membawa kekacauan. Dalam banyak kisah, ia digambarkan sebagai sosok yang mudah tersulut emosinya, sering kali terlibat perkelahian bahkan dengan dewa lain, termasuk putranya sendiri.
Dampak Ares dalam mitologi seringkali negatif. Ia ditakuti oleh para dewa Olympus, termasuk ayahnya sendiri, Zeus, yang terkadang bosan dengan sifatnya yang tak terkendali. Namun, keberadaan Ares mengingatkan bahwa konflik adalah bagian intrinsik dari eksistensi manusia dan alam semesta; ia adalah kekuatan primer yang harus diakui, meskipun ditentang.
Eros: Kekuatan Pengikat Alam Semesta
Di sisi lain spektrum emosi terdapat Eros. Walaupun sering diadaptasi dalam seni Romawi sebagai Cupid, Eros Yunani adalah kekuatan kosmik yang lebih tua dan fundamental. Ia adalah daya tarik yang menyebabkan segala sesuatu bersatu, mulai dari pembentukan bintang hingga hubungan antarmanusia. Ketika Ares memisahkan dan menghancurkan, Eros menyatukan dan menciptakan.
Panah Eros memiliki kekuatan untuk memicu cinta yang membara atau justru obsesi yang merusak. Keajaiban Eros terletak pada ketidakpastiannya; ia tidak peduli status sosial atau moralitas. Ia membuat para dewa, makhluk fana, dan bahkan yang abadi jatuh cinta. Eros adalah bukti bahwa hasrat dan daya tarik adalah kekuatan yang sama mendasarnya dengan kehancuran.
Sintesis yang Tak Terhindarkan
Mengapa Ares dan Eros diletakkan berdampingan dalam analisis mitologi? Karena perang dan cinta sering kali berjalan beriringan. Gairah yang mendorong seorang prajurit ke medan perang (bukan atas nama strategi, tapi demi kehormatan atau kemarahan murni) sering kali berakar pada hasrat yang mendalamābaik itu hasrat untuk melindungi, mendominasi, atau bahkan hasrat yang dipicu oleh sosok yang ditinggalkan di rumah.
Hubungan antara Ares dan Afrodit, dewi cinta yang cantik (yang merupakan pasangan Ares dalam beberapa versi), adalah contoh sempurna dari persatuan ekstrem ini. Perselingkuhan mereka menghasilkan keturunan yang membawa sifat kedua orang tua mereka: Harmonia (keteraturan), Anteros (cinta timbal balik), Fobos (ketakutan), dan Deimos (teror). Ini menunjukkan bahwa hasil dari gairah yang intens (Eros) yang bercampur dengan agresi (Ares) adalah konsekuensi yang dramatis dan kompleks dalam kehidupan.
Memahami Ares dan Eros berarti memahami dualitas mendasar dari pengalaman hidup: dorongan untuk menghancurkan dan dorongan untuk terhubung. Keseimbangan (atau ketidakseimbangan) antara amarah perang dan daya tarik cinta membentuk narasi besar keberadaan manusia.