Simbol ilustrasi risiko peradangan dan potensi komplikasi usus buntu.
Apendisitis, atau peradangan pada usus buntu (apendiks), adalah kondisi medis darurat yang memerlukan penanganan segera. Jika diagnosis terlambat atau operasi penanganan (apendektomi) tertunda, risiko komplikasi serius sangat tinggi. Memahami akibat apendisitis yang tidak ditangani adalah kunci untuk menyadari urgensi penyakit ini.
Usus buntu yang meradang akan membengkak dan terisi nanah. Dalam beberapa kasus, peradangan ini dapat berkembang menjadi infeksi yang lebih parah dan menyebar ke seluruh rongga perut. Penundaan pengobatan seringkali menjadi faktor utama pemicu komplikasi yang mengancam jiwa.
Ini adalah komplikasi paling umum dan paling berbahaya dari apendisitis yang tidak diobati. Ketika dinding usus buntu yang meradang menjadi terlalu tipis dan tidak mampu menahan tekanan internal, ia akan pecah atau berlubang. Waktu rata-rata pecahnya usus buntu setelah gejala awal muncul adalah sekitar 48 hingga 72 jam, meskipun bisa lebih cepat.
Pecahnya usus buntu melepaskan bakteri, nanah, dan materi feses ke dalam rongga peritoneum (ruang dalam perut). Akibatnya, terjadi kontaminasi hebat yang memicu respons imun tubuh yang masif.
Peritonitis adalah kondisi peradangan pada lapisan peritoneum yang melapisi dinding dalam perut dan organ-organ di dalamnya. Ini adalah konsekuensi langsung dari apendisitis perforasi.
Akibat apendisitis yang sudah mencapai tahap peritonitis sangat serius. Gejala yang muncul meliputi nyeri perut yang menyebar luas, perut terasa keras seperti papan, demam tinggi, mual, dan muntah terus-menerus. Peritonitis adalah keadaan darurat bedah karena infeksi dapat menyebar ke aliran darah.
Dalam upaya tubuh untuk 'melokalisasi' infeksi setelah usus buntu pecah, sistem kekebalan tubuh mungkin membentuk kantong nanah yang terlokalisasi di sekitar area apendiks yang terinfeksi. Kantong nanah ini disebut abses apendikular.
Meskipun pembentukan abses menandakan bahwa infeksi tidak langsung menyebar ke seluruh rongga perut, abses ini tetap merupakan masalah besar. Abses sering kali memerlukan drainase (pengeluaran nanah) melalui prosedur khusus, seringkali menggunakan jarum panduan CT scan, sebelum operasi pengangkatan usus buntu dilakukan.
Jika infeksi dari peritonitis atau abses tidak terkontrol, bakteri dapat masuk ke dalam aliran darah. Inilah yang disebut sebagai sepsis, yaitu respons tubuh yang mengancam jiwa terhadap infeksi.
Sepsis dapat berkembang menjadi syok septik, sebuah kondisi kritis di mana tekanan darah turun drastis ke tingkat berbahaya, menyebabkan kegagalan organ. Sepsis adalah salah satu akibat apendisitis yang paling mematikan dan membutuhkan perawatan intensif segera.
Meskipun operasi apendektomi umumnya aman, terkadang komplikasi bisa terjadi di kemudian hari, terutama jika apendisitis sudah cukup parah saat dioperasi:
Mengenali gejala awal apendisitis—nyeri yang dimulai di sekitar pusar lalu berpindah ke perut kanan bawah, mual, demam ringan, dan kehilangan nafsu makan—adalah langkah pertama yang krusial. Setiap jam sangat berharga. Jangan menunda kunjungan ke fasilitas kesehatan jika Anda atau seseorang di sekitar Anda mengalami gejala-gejala tersebut.
Penanganan dini, biasanya melalui pembedahan laparoskopi (sayatan kecil), memastikan usus buntu diangkat sebelum terjadi ruptur. Dengan diagnosis dan intervensi yang cepat, sebagian besar pasien dapat pulih sepenuhnya tanpa mengalami akibat apendisitis yang parah.