Ilustrasi simbolis tanggung jawab ibadah
Shalat lima waktu merupakan tiang utama dalam agama Islam, sebuah kewajiban fundamental yang membedakan antara seorang Muslim yang taat dengan yang lalai. Meninggalkan shalat dengan sengaja, tanpa alasan syar'i (seperti sakit parah atau safar yang sah), adalah dosa besar yang memiliki konsekuensi serius, baik di dunia maupun di akhirat.
Para ulama dari berbagai mazhab sepakat bahwa meninggalkan shalat wajib secara sengaja adalah perbuatan kufur atau mendekati kekufuran. Hal ini didasarkan pada banyak dalil dari Al-Qur'an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Salah satu dalil yang paling sering dikutip adalah firman Allah SWT dalam Al-Qur'an yang secara tegas menanyakan hal ini kepada penduduk neraka: "Apa yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat." (QS. Al-Muddatsir [74]: 27-28). Ayat ini menunjukkan korelasi langsung antara tidak mengerjakan shalat dengan ancaman siksa neraka yang pedih.
Ketika hari perhitungan tiba, shalat akan menjadi amalan pertama yang dihisab. Jika shalat seseorang baik, maka seluruh amalnya akan mengikuti kebaikan tersebut. Sebaliknya, jika shalatnya rusak, maka seluruh amalnya pun akan menjadi rusak.
Bagi mereka yang sengaja mengabaikan panggilan Allah SWT lima kali sehari, konsekuensinya sangat mengerikan. Mereka akan menghadapi azab yang berlipat ganda. Selain siksa api neraka yang disebutkan dalam Al-Qur'an, mereka juga akan merasakan kehinaan karena telah mengkhianati janji suci mereka kepada Sang Pencipta. Kehinaan ini jauh lebih berat daripada kesenangan duniawi yang mereka kejar saat meninggalkan ibadah tersebut.
Meskipun detail spesifik mengenai derajat siksa seringkali berada dalam ranah ilmu gaib (ghaib), peringatan yang disampaikan dalam nash (teks agama) sangat jelas. Mereka yang lalai akan merasakan kesempitan dan kegelapan. Rasulullah SAW bersabda bahwa antara seorang Muslim dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.
Kehilangan keberkahan hidup juga merupakan bentuk siksa duniawi. Shalat berfungsi sebagai penyaring kegelapan dan kekacauan dalam hidup. Ketika saringan ini dihilangkan, kehidupan cenderung menjadi sempit, penuh kegelisahan, dan kehilangan arah, meskipun secara materi terlihat berkecukupan.
Meskipun ancaman siksa itu nyata dan mengerikan, pintu rahmat Allah SWT selalu terbuka lebar bagi mereka yang ingin kembali. Taubat nasuha (taubat yang sungguh-sungguh) adalah jalan keluar utama. Jika seseorang baru menyadari kesalahannya dan bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, Allah Maha Pengampun.
Namun, taubat ini harus disertai dengan qadha (mengganti) shalat yang telah ditinggalkan jika memungkinkan, serta memperbanyak amal kebaikan. Jangan menunda penyesalan. Setiap detik yang dilewatkan tanpa shalat adalah potensi penumpukan dosa yang harus dipertanggungjawabkan.
Kesadaran akan konsekuensi siksa hendaknya menjadi motivasi kuat untuk segera kembali mendirikan shalat tepat waktu, demi menjaga keimanan dan memastikan keselamatan di akhirat kelak. Ingatlah bahwa shalat adalah janji antara hamba dan Tuhannya; melanggarnya berarti siap menghadapi konsekuensi yang telah ditetapkan.
Jadikan shalat sebagai prioritas utama, karena ia adalah kunci kebahagiaan abadi.