Proses kelahiran adalah momen penuh syukur dan rahmat dari Allah SWT. Setelah bayi lahir, akan menyertai keluarnya ari-ari atau plasenta. Ari-ari ini adalah organ vital yang selama sembilan bulan menopang kehidupan janin di dalam rahim ibu. Dalam banyak kebudayaan, termasuk di Indonesia, proses pembuangan ari-ari seringkali disertai dengan berbagai ritual adat. Namun, bagi umat Islam, praktik ini harus didasarkan pada tuntunan syariat agar terhindar dari perbuatan yang menyimpang.
Ilustrasi Proses Penciptaan
Kedudukan Ari-Ari dalam Islam
Ari-ari (atau plasenta) adalah bagian dari proses persalinan yang bersifat biologis. Setelah fungsinya selesai, ia harus diperlakukan dengan cara yang bersih dan sesuai syariat. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menjauhi segala bentuk takhayul, bid'ah, atau praktik mistis dalam menangani hal-hal yang berkaitan dengan proses alami tubuh, termasuk ari-ari. Tidak ada dalil sahih dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah yang memerintahkan ritual khusus, doa tertentu, atau pantangan tertentu terkait penguburan ari-ari.
Tata Cara Menguburkan Ari-Ari yang Dianjurkan
Mayoritas ulama kontemporer sepakat bahwa ari-ari harus diperlakukan layaknya najis ringan atau sisa tubuh manusia lainnya yang tidak lagi membawa kemuliaan nyawa, namun tetap harus dihormati karena pernah menjadi bagian dari proses kehidupan. Berikut adalah panduan umum yang dianjurkan:
- Kebersihan: Ari-ari harus segera dibersihkan dari darah dan kotoran yang melekat.
- Pembungkusan: Bungkus ari-ari dengan kain kafan yang bersih atau minimal dengan kain putih yang bersih. Tujuannya adalah menjaga kebersihan dan kehormatan.
- Penguburan: Tempat penguburan yang paling utama adalah di pekarangan rumah atau di tanah yang bersih dan jauh dari tempat kotoran (seperti tempat sampah umum atau toilet). Penguburan ini bertujuan agar tidak mengganggu kebersihan lingkungan dan terhindar dari pandangan yang tidak pantas.
- Kedalaman: Kubur sedalam minimal satu jengkal atau cukup dalam hingga tidak mudah digali oleh hewan liar.
- Penutupan: Setelah dikubur, timbun kembali tanahnya seperti biasa.
Larangan Praktik Takhayul
Hal yang paling ditekankan dalam Islam terkait hal ini adalah menjauhi segala bentuk ritual yang tidak bersumber dari syariat. Beberapa praktik yang sering ditemukan di masyarakat, seperti:
- Mengubur ari-ari di bawah pohon tertentu dengan keyakinan akan membawa keberuntungan.
- Membacakan mantra, jampi-jampi, atau doa-doa yang tidak diajarkan Rasulullah SAW saat proses penguburan.
- Menaruh benda-benda pusaka atau simbol tertentu di dalam kuburan ari-ari.
Semua praktik di atas tergolong perbuatan yang tidak memiliki dasar agama yang kuat dan justru mendekati praktik syirik atau khurafat yang dilarang dalam Islam. Keberkahan seorang anak semata-mata datang dari izin dan rahmat Allah, bukan dari ritual penguburan ari-ari.
Mengapa Harus Dikubur?
Alasan utama menguburkan ari-ari adalah karena ia adalah bagian dari tubuh manusia yang telah terlepas dan merupakan materi biologis yang harus diperlakukan secara layak dan bersih. Mengubur adalah cara yang paling higienis dan menghormati fitrah penciptaan. Dengan menguburnya di tanah, kita mengembalikan materi tersebut ke asal mula penciptaannya (tanah) tanpa menimbulkan bau atau mengundang gangguan kesehatan lingkungan. Tindakan ini mencerminkan kebersihan hati dan menjauhi praktik yang dapat menimbulkan fitnah atau kesalahpahaman mengenai kepercayaan agama.
Singkatnya, dalam Islam, menguburkan ari-ari adalah masalah tata krama kebersihan (adab), bukan masalah ibadah (syariat). Oleh karena itu, lakukanlah dengan sederhana, bersih, dan niat yang tulus dalam mensyukuri karunia Allah.