Representasi simbolis Mars (Romawi) dan Ares (Yunani).
Dalam panteon dewa-dewi kuno, figur dewa perang selalu memegang peran sentral, melambangkan konflik, keberanian, dan kehancuran. Dua nama yang paling menonjol adalah Mars dari mitologi Romawi dan Ares dari mitologi Yunani. Meskipun keduanya sering disamakan sebagai dewa perang, studi mendalam terhadap kedua entitas ini mengungkapkan perbedaan filosofis dan kultural yang signifikan dalam cara bangsa Romawi dan Yunani memandang peperangan itu sendiri.
Di Yunani, Ares adalah personifikasi dari aspek paling brutal dan haus darah dari peperangan. Ia digambarkan sebagai dewa yang sering kali kurang populer di kalangan dewa lain, bahkan di antara orang tuanya sendiri, Zeus dan Hera. Ares senang dengan pertumpahan darah, pembantaian, dan kekacauan yang timbul dari pertempuran. Kekuatannya terletak pada amukan (mania) dan kegilaan perang, bukan pada strategi militer yang cerdas.
Kisah-kisah Ares sering kali menekankan kekejamannya. Ia kurang mendapatkan pemujaan publik dibandingkan dewa lain seperti Athena (yang juga merupakan dewi perang namun berfokus pada strategi). Bagi orang Yunani, Ares sering kali mewakili sisi negatif perang—bukan kehormatan, melainkan barbarisme. Pasangannya yang terkenal adalah Afrodit, dewi cinta, sebuah kombinasi ironis yang menyoroti kontras antara gairah destruktif dan gairah romantis.
Ketika mitologi Yunani diadopsi oleh peradaban Romawi, sosok Ares diubah menjadi Mars. Transformasi ini sangat signifikan. Meskipun Mars tetaplah dewa perang, peranannya dalam masyarakat Romawi jauh lebih mulia dan terintegrasi. Sebelum menjadi dewa perang utama, Mars awalnya adalah dewa agrikultur dan kesuburan di masa-masa awal Roma.
Pergeseran ini memberikan Mars lapisan kompleksitas yang tidak dimiliki Ares. Bagi Romawi, perang adalah sarana untuk mempertahankan negara, memperluas perbatasan, dan menegakkan hukum. Oleh karena itu, Mars menjadi pelindung Roma, dewa yang dihormati karena memberikan kemenangan yang diperlukan untuk kelangsungan hidup Republik dan Kekaisaran. Dia dipandang lebih terhormat daripada Ares; dia adalah pejuang yang disiplin, bukan hanya pemarah.
Fakta bahwa Romawi mengaitkan Mars dengan Romulus dan Remus—para pendiri mitologis Roma—semakin mengangkat statusnya. Ini menunjukkan bahwa Mars adalah dewa yang terkait erat dengan identitas nasional dan perlindungan agrikultural (ketika prajurit kembali dari medan perang), sebuah nuansa yang sangat kurang terasa dalam penggambaran Ares.
Perbandingan antara Mars dan Ares adalah cerminan langsung dari nilai-nilai inti budaya masing-masing peradaban. Ketika Athena mendominasi dalam seni strategi Yunani, Athena adalah pesaing langsung bagi Ares. Sebaliknya, di Roma, meskipun Minerva (padanan Athena) dihormati, Mars menempati posisi yang jauh lebih tinggi, sering kali setara dengan Jupiter (Zeus).
Kesimpulannya, sementara Ares melambangkan kekerasan perang yang tidak terkendali, pembantaian tanpa tujuan, dan sifat destruktif dari konflik, Mars melambangkan perang yang terorganisir, kehormatan militer, dan perlindungan bangsa. Meskipun keduanya adalah dewa perang, filosofi di balik pemujaan mereka menunjukkan bagaimana Roma berhasil mengintegrasikan konsep kekerasan militer ke dalam kerangka hukum dan etika mereka, sebuah hal yang tidak pernah berhasil dicapai oleh Ares di tanah Yunani.
Perbedaan ini memastikan bahwa meskipun nama dan fungsi dasarnya serupa, warisan kultural dari Mars dan Ares tetap terpisah dan unik.