K.H. Hasyim Asy'ari, sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), adalah sosok sentral dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Pemikirannya yang mendalam tentang Islam ahlussunnah wal jama'ah, komitmennya terhadap persatuan kebangsaan, dan penolakannya terhadap paham-paham radikal telah membentuk karakter mayoritas umat Islam di Nusantara. Semangat perjuangan dan gagasan beliau tidak hanya hidup dalam ranah teologi dan pendidikan, namun juga dalam ranah penjagaan nilai-nilai keindonesiaan.
Kini, semangat penjagaan warisan intelektual dan fisik ini diwujudkan secara nyata melalui Barisan Ansor Serbaguna, atau yang lebih dikenal sebagai Banser. Banser adalah badan otonom dari Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) yang secara historis dan ideologis berakar kuat pada tradisi keilmuan yang diajarkan oleh para ulama pendiri NU, termasuk Hasyim Asy'ari sendiri. Kehadiran mereka sering kali menjadi garda terdepan dalam menjaga stabilitas sosial, keamanan, dan pluralisme di tengah masyarakat.
Meskipun K.H. Hasyim Asy'ari dikenal sebagai ulama besar dan ahli fikih, kontribusinya meluas hingga ranah politik dan militer saat melawan penjajahan. Beliau mengeluarkan fatwa resolusi jihad pada tahun 1945, sebuah seruan fundamental yang menggerakkan massa untuk membela kemerdekaan. Fatwa ini menunjukkan bahwa bagi Hasyim Asy'ari, membela Tanah Air adalah bagian integral dari iman. Banser, dalam konteks modern, melanjutkan semangat jihad ini, namun aplikasinya bergeser dari perang fisik menjadi perang ideologi dan pengamanan sosial.
Banser dididik untuk memahami bahwa pertahanan bangsa tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga dengan keteguhan akidah, toleransi, dan kemampuan berorganisasi. Mereka mewarisi etos "Hubbul Wathon Minal Iman" (Cinta Tanah Air Sebagian dari Iman) yang sangat dijunjung tinggi oleh pendiri NU. Inilah yang membedakan peran mereka: Banser bergerak bukan atas dasar kepentingan sektarian sempit, melainkan atas dasar komitmen kebangsaan yang telah digariskan oleh Hasyim Asy'ari sejak awal berdirinya NU.
Peran Banser saat ini semakin kompleks. Selain pengamanan fisik saat perayaan hari besar Islam atau acara keagamaan, mereka juga aktif dalam upaya deradikalisasi dan penanggulangan berita bohong (hoaks). Ini adalah refleksi pemikiran Hasyim Asy'ari yang selalu menekankan pentingnya ilmu pengetahuan (akal) di samping iman. Menghadapi tantangan zaman yang serba terhubung, Banser berupaya menjadi benteng moral yang menyaring informasi destruktif.
Kehadiran Banser di tengah masyarakat menunjukkan bahwa model kepemimpinan yang dicontohkan oleh Hasyim Asy'ari—yaitu kepemimpinan yang memadukan otoritas spiritual dengan aksi nyata di lapangan—masih relevan. Mereka adalah manifestasi dari visi historis bahwa Islam yang moderat harus mampu menjaga dirinya sendiri, bangsanya, dan nilai-nilai luhur yang telah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa. Warisan Hasyim Asy'ari adalah fondasi, dan Banser adalah struktur pertahanan yang memastikan fondasi itu tetap kokoh di tengah badai perubahan zaman.
Dengan demikian, sinergi antara pemikiran visioner Hasyim Asy'ari dan aksi kolektif Banser menjadi jaminan penting bagi masa depan Indonesia yang damai, berdaulat, dan berdasarkan prinsip kebangsaan yang kuat.