Istilah "Grand Quinquina" merujuk pada pohon kina (Cinchona), tumbuhan yang memiliki peran monumental dalam sejarah pengobatan dunia. Berasal dari hutan Andes di Amerika Selatan, kulit kayu pohon ini telah lama dihormati karena khasiatnya yang luar biasa, terutama dalam melawan demam tinggi. Meskipun kini tersedia banyak obat sintetis, warisan dan signifikansi Grand Quinquina tetap relevan, terutama dalam konteks tradisi herbal dan sejarah farmasi.
Kisah Grand Quinquina dimulai di wilayah pegunungan Peru, Ekuador, dan Bolivia. Suku pribumi telah menggunakan kulit kayu ini selama berabad-abad untuk mengobati berbagai penyakit. Namun, dunia Barat mulai mengenalnya secara luas pada abad ke-17, sering kali dikaitkan dengan kisah legendaris mengenai seorang bangsawan yang sembuh dari malaria setelah mengonsumsi rebusan kulit kayu tersebut. Hal ini memicu lonjakan permintaan yang dramatis di Eropa.
Nama "Quinquina" sendiri kemungkinan berasal dari bahasa Quechua, merujuk pada sifat pahitnya. Di Eropa, ramuan ini dikenal sebagai "Jesuit's Powder" karena para misionaris Yesuit berperan penting dalam membawanya melintasi samudra. Pemanfaatan yang paling terkenal adalah kemampuannya meredakan gejala malaria.
Keajaiban sejati dari Grand Quinquina terletak pada alkaloid yang dikandungnya, yang paling terkenal adalah kina (quinine). Kina adalah senyawa pertama yang berhasil diisolasi dari kulit pohon ini pada awal abad ke-19, yang kemudian mengukuhkan statusnya sebagai obat antimalaria yang andal selama beberapa generasi. Meskipun rasanya sangat pahit, khasiatnya tak tertandingi sebelum ditemukannya obat sintetik baru.
Selain kina, kulit pohon kina juga mengandung alkaloid lain seperti sinkonidin, sinkonin, dan sinkonidin, yang semuanya memiliki sifat farmakologis berbeda. Namun, kina tetap menjadi bintang utama dalam pengobatan historis.
Seiring berjalannya waktu, penggunaan Grand Quinquina telah berevolusi. Meskipun penggunaannya untuk malaria telah banyak digantikan oleh obat modern yang memiliki efek samping lebih sedikit, ekstrak kina masih memiliki tempat khusus:
Permintaan besar di masa kolonial menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap pohon kina liar di Amerika Selatan. Untuk memenuhi kebutuhan dunia, Belanda berhasil menyelundupkan bibit dan memulai perkebunan skala besar di Jawa (Indonesia) dan kemudian menyebar ke Afrika. Indonesia menjadi salah satu produsen kina terbesar di dunia selama beberapa waktu, memastikan pasokan global terpenuhi dan menyelamatkan pohon ini dari kepunahan lokal akibat penjarahan.
Saat ini, budidaya Grand Quinquina dikelola dengan lebih hati-hati, menyeimbangkan kebutuhan industri farmasi (untuk penelitian atau produk khusus) dengan upaya pelestarian ekosistem hutan tempat ia tumbuh secara alami. Meskipun tantangan baru terus muncul, kisah Grand Quinquina adalah pengingat kuat akan kekayaan botani yang dimiliki alam dan dampaknya yang mendalam terhadap peradaban manusia. Keberhasilan dalam memanfaatkan senyawa pahit dari kulit pohon ini adalah salah satu tonggak terbesar dalam sejarah penemuan obat global.
— Menggali Kekuatan Alam untuk Kesejahteraan Manusia —