Dalam ajaran agama dan norma sosial manapun, peran seorang suami adalah sebagai pemimpin, pelindung, dan penyedia nafkah yang seyogianya berlaku adil dan penuh kasih sayang terhadap istri. Namun, realitas seringkali menunjukkan adanya penyimpangan, di mana sebagian suami justru memilih jalur kedurhakaan. Perilaku durhaka ini tidak hanya merusak sendi-sendi rumah tangga, tetapi juga mengundang konsekuensi berat, baik di dunia maupun di akhirat. Istilah azab suami durhaka kepada istri menjadi pengingat tajam akan konsekuensi perbuatan tersebut.
Seorang istri yang terus-menerus berada di bawah kekuasaan suami yang zalim akan mengalami luka batin yang mendalam. Kekerasan verbal, penghinaan, penelantaran kebutuhan emosional, hingga kekerasan fisik adalah manifestasi nyata dari kedurhakaan seorang suami. Istri yang seharusnya merasa aman dalam pelukan rumah, malah menjadi korban ketidakadilan. Dampaknya jelas: depresi, kecemasan kronis, hilangnya harga diri, dan potensi penyakit fisik akibat stres berkepanjangan.
Secara spiritual, perlakuan buruk suami terhadap istri merupakan pelanggaran serius terhadap perintah agama. Banyak hadis dan ayat Al-Qur'an yang menekankan pentingnya berbuat baik kepada pasangan. Suami yang durhaka cenderung mengabaikan tanggung jawab ibadahnya karena hatinya telah dikotori oleh kezaliman. Dalam perspektif agama, doa orang yang dizalimi—terutama seorang istri—akan diangkat langsung kepada Allah tanpa tabir penghalang. Hal ini meningkatkan potensi datangnya azab.
Azab tersebut bisa datang dalam bentuk yang nyata di dunia ini. Misalnya, harta yang dicari dengan cara menzalimi istri (misalnya, tidak memberikan hak nafkah atau menggunakan harta bersama tanpa izin) diyakini tidak akan membawa berkah. Rezeki yang datang bisa saja menjadi sumber masalah baru, atau kesuksesan karir yang diraih terasa hampa tanpa keharmonisan di rumah.
Kedurhakaan seorang suami tidak selalu berupa pukulan fisik. Bentuk-bentuknya bisa lebih halus namun sama merusaknya:
Meskipun konsekuensi dari perbuatan durhaka sangat berat, pintu rahmat Allah selalu terbuka lebar. Jika seorang suami menyadari kesalahannya, langkah pertama dan terpenting adalah berhenti melakukan perbuatan zalim tersebut. Kemudian, ia harus sungguh-sungguh bertaubat, meminta maaf kepada istri yang telah disakitinya, dan berusaha keras untuk memperbaiki perlakuan sehari-hari. Meminta maaf kepada istri yang dizalimi seringkali menjadi syarat utama diterimanya taubat di sisi Allah.
Penyelesaian masalah rumah tangga memerlukan komunikasi terbuka, pengorbanan emosional, dan komitmen untuk berubah. Mengingat kembali bahwa istri adalah partner spiritual dalam membangun surga di dunia, suami harus menempatkan rasa hormat dan kasih sayang di atas ego pribadi. Jika tidak, bayang-bayang azab tersebut akan terus menghantui kehidupan, merenggut ketenangan dan keberkahan.
Pada akhirnya, kebahagiaan abadi di akhirat dimulai dari perlakuan baik kita terhadap orang-orang terdekat kita, terutama pasangan hidup. Hindari menyia-nyiakan amanah yang telah dipercayakan Allah SWT.