Ilustrasi Ayam Jago (Bukan bertelur)
Pertanyaan mengenai apakah ayam jago (ayam jantan) bisa bertelur adalah salah satu mitos paling abadi yang beredar di kalangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan. Kepercayaan ini seringkali muncul dari pengamatan yang kurang tepat atau dari cerita turun-temurun yang berkembang seiring waktu. Secara biologis dan ilmiah, jawaban atas pertanyaan ini sangat tegas: ayam jago tidak bisa bertelur. Fungsi reproduksi jantan dirancang untuk membuahi telur, sementara struktur untuk memproduksi dan mengeluarkan telur hanya dimiliki oleh betina.
Namun, mengapa mitos ini begitu kuat bertahan? Biasanya, cerita tentang ayam jago bertelur muncul karena beberapa fenomena aneh yang terjadi di peternakan. Fenomena ini sering disalahartikan sebagai bukti bahwa ayam jantan telah berevolusi atau mengalami mutasi yang memungkinkannya menghasilkan telur. Mari kita telaah beberapa alasan utama di balik kesalahpahaman populer ini.
Alasan paling umum adalah identifikasi spesies yang keliru. Ayam betina yang sangat dominan, atau yang dikenal sebagai ayam "pembangkang" (yang mengambil peran kepemimpinan kawanan), kadang-kadang menunjukkan perilaku yang menyerupai ayam jago, seperti berkokok. Jika ayam betina ini mengalami gangguan hormon atau memiliki kelainan ovarium, ia mungkin akan menghasilkan telur yang tidak terbentuk sempurna atau bahkan menimbun telur di dalam tubuhnya. Masyarakat awam, melihat ayam yang tampak seperti jantan namun menunjukkan tanda-tanda bertelur (atau telur ditemukan di area yang seharusnya dihuni ayam jago), lantas menyimpulkan bahwa jagoanlah yang bertelur.
Kondisi medis langka pada ayam betina terkadang dapat menyebabkan mereka mengembangkan tampilan fisik yang lebih maskulin, termasuk jengger yang lebih besar atau bahkan sedikit bulu seperti jengger jantan. Jika ayam betina ini kemudian menghasilkan telur yang cacat atau sangat kecil, dan kondisinya diperburuk oleh postur tubuhnya yang menyerupai jantan, kebingungan semakin melebar. Telur yang ditemukan mungkin adalah hasil dari betina yang mengalami kondisi hormonal ekstrem, bukan ayam jago murni.
Di luar ranah biologi, mitos ayam jago bertelur sangat populer dalam konteks takhayul dan mistisisme di berbagai budaya. Dalam banyak cerita rakyat, telur yang konon dihasilkan oleh ayam jago dianggap memiliki kekuatan magis—bisa menjadi bahan ramuan, jimat pelindung, atau sebaliknya, sumber malapetaka. Kepercayaan ini berfungsi sebagai cerita penguat identitas budaya atau sebagai peringatan terhadap hal-hal yang mustahil. Keberadaan cerita ini jauh lebih kuat daripada bukti ilmiah sederhana.
Untuk memahami mengapa ayam jago tidak bisa bertelur, kita perlu melihat anatomi dasar unggas. Ayam betina memiliki sepasang organ reproduksi, namun yang berfungsi penuh hanyalah ovarium kiri, tempat sel telur diproduksi dan kemudian melalui proses pembentukan cangkang di oviduk. Ayam jantan, di sisi lain, memiliki sepasang testis yang memproduksi sperma. Organ mereka tidak memiliki oviduk, uterus (yang dalam konteks unggas adalah kelenjar shell), dan kantung penyimpanan cairan yang diperlukan untuk membentuk telur utuh dengan cangkang.
Secara hormonal, ayam jago didominasi oleh testosteron, yang mendukung perkembangan sifat seksual sekunder seperti jengger besar dan kemampuan berkokok. Hormon-hormon ini secara aktif menekan perkembangan organ reproduksi betina. Jika, secara teori ekstrem, ayam jago mengalami perubahan genetik yang sangat drastis hingga mengembangkan jaringan ovarium, prosesnya akan sangat kompleks dan belum pernah tercatat dalam sejarah peternakan modern yang terdokumentasi dengan baik. Hingga saat ini, tidak ada laporan yang diverifikasi secara ilmiah mengenai ayam jago yang menghasilkan telur yang layak atau utuh.