Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen fundamental dalam perencanaan pembangunan dan manajemen keuangan pemerintah daerah. Dokumen ini merefleksikan prioritas program kerja serta alokasi sumber daya untuk melayani kebutuhan masyarakat selama satu tahun anggaran. Proses penetapannya melibatkan peran sentral antara eksekutif daerah (Pemerintah Daerah) dan legislatif daerah (DPRD).
Proses pengesahan APBD disahkan DPRD melalui serangkaian tahapan yang diatur ketat dalam undang-undang. Ini bukan sekadar formalitas administratif, melainkan wujud nyata dari prinsip demokrasi anggaran, di mana publik, melalui wakilnya, turut mengawasi dan menyetujui penggunaan uang negara di tingkat daerah.
Semuanya bermula dari fase perencanaan yang dilakukan oleh eksekutif. Pemerintah Daerah, melalui satuan kerja perangkat daerah (SKPD) masing-masing, menyusun rancangan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang kemudian menjadi landasan penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD. Ranperda ini harus memuat proyeksi pendapatan, alokasi belanja, dan pembiayaan yang realistis.
Setelah disusun komprehensif, Ranperda APBD kemudian diajukan oleh Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) paling lambat pada pertengahan tahun anggaran berjalan untuk dibahas bersama. Pengajuan ini menandai dimulainya peran aktif DPRD dalam proses anggaran.
Setelah Ranperda diterima, DPRD akan melakukan pembahasan intensif. Tahap ini seringkali menjadi arena negosiasi politik dan teknis yang paling alot. Pembahasan biasanya melibatkan beberapa mekanisme:
Kritik dan masukan dari anggota dewan sangat vital di tahap ini. Jika terdapat program yang dianggap tidak efektif, duplikatif, atau kurang mendesak, DPRD berhak meminta penyesuaian (abatement) sebelum anggaran tersebut disetujui.
Setelah melalui pembahasan mendalam dan tercapai kesepakatan mengenai substansi Ranperda, tahapan krusial berikutnya adalah penetapan persetujuan bersama. Proses APBD disahkan DPRD melalui pengambilan keputusan resmi dalam rapat paripurna.
Kepala Daerah akan menyampaikan pandangan akhir dan harapan terhadap penetapan anggaran tersebut, diikuti dengan laporan dari Banggar DPRD yang merangkum hasil pembahasan. Pengambilan keputusan ini biasanya dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat, namun jika diperlukan, dapat dilakukan voting sesuai tata tertib dewan.
Ketika mayoritas anggota dewan menyetujui, maka ditetapkanlah Keputusan DPRD mengenai Penetapan APBD. Keputusan inilah yang secara resmi mengubah Ranperda menjadi Peraturan Daerah (Perda) tentang APBD. Perda ini kemudian diundangkan dan menjadi landasan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk melaksanakan seluruh program dan kegiatan yang telah disepakati.
Pengesahan APBD disahkan DPRD melalui proses yang transparan memiliki beberapa implikasi penting:
Secara keseluruhan, proses ini menegaskan bahwa anggaran daerah bukan hanya milik eksekutif, melainkan kesepakatan politik antara penyelenggara pemerintahan dan representasi rakyatnya. Oleh karena itu, dinamika antara Pemerintah Daerah dan DPRD dalam menetapkan APBD disahkan DPRD melalui mekanisme yang ketat merupakan barometer penting stabilitas politik dan kinerja tata kelola pemerintahan daerah.