Jendela Puitika Jawa Modern
Ilustrasi visualisasi 'Rembuyung' (Embun Pagi)
Antologi geguritan "Rembuyung" adalah sebuah persembahan apresiasi terhadap kekayaan bahasa dan filosofi Jawa yang diolah melalui medium puisi modern. Nama "Rembuyung" sendiri mengacu pada tetesan embun pagiāsesuatu yang sejuk, murni, dan menyimpan potensi kehidupan baru. Demikian pula, geguritan dalam antologi ini diharapkan mampu memberikan kesegaran baru bagi pembaca, meneteskan makna mendalam tentang realitas, spiritualitas, dan eksistensi manusia.
Geguritan, sebagai bentuk puisi berbahasa Jawa yang identik dengan diksi yang kaya dan irama yang halus, di sini dipertemukan dengan sensitivitas modern. Para penulis yang tergabung dalam volume ini mencoba menjembatani tradisi lisan yang luhur dengan tantangan dan dinamika kehidupan kontemporer. Setiap bait adalah upaya menangkap fragmen momen, dari hiruk pikuk kota hingga keheningan pedesaan.
Kekuatan utama dari antologi ini terletak pada pemilihan diksi yang cermat. Penggunaan kata-kata seperti 'sumilir' (angin sepoi), 'lirih' (pelan), atau 'kencana' (emas) bukan sekadar hiasan estetika, melainkan sarana untuk membangkitkan resonansi emosional yang khas Jawa. Ketika seorang penyair memilih kata 'rembuyung', ia tidak hanya melukiskan air di atas daun, tetapi juga memanggil memori kolektif tentang ketenangan subuh yang kontemplatif.
Tema-tema yang diangkat sangat beragam. Ada geguritan yang berfokus pada kritik sosial, menyoroti ketimpangan dengan bahasa yang halus namun menusuk. Di sisi lain, banyak pula yang menyajikan renungan diri (introspeksi) mengenai perjalanan hidup dan penerimaan takdir. Kontras antara keindahan bahasa dan isu-isu keras kehidupan modern menciptakan ketegangan puitis yang memikat. Antologi ini menuntut pembaca untuk tidak sekadar membaca, melainkan juga meresapi dan merasakan getaran makna yang tersembunyi di balik setiap aksara Jawa yang dipilih.
Meskipun terikat oleh bahasa yang sama, keragaman gaya penulisan sangat terlihat dalam "Rembuyung". Beberapa penyair mempertahankan struktur bait yang lebih tradisional dengan penekanan pada irama alamiah bahasa Jawa, sementara yang lain bereksperimen dengan pemenggalan baris yang lebih bebas (enjambement) untuk memberikan penekanan yang berbeda. Keberagaman ini memastikan bahwa antologi tidak terasa monoton. Pembaca akan menemukan bait yang mengalir seperti sungai deras dan ada pula yang mengendap seperti telaga sunyi.
Salah satu pencapaian penting dari antologi ini adalah keberhasilannya mengajak pembaca muda untuk kembali mencintai bahasa daerah. Dengan kemasan yang modern dan tema yang relevan, geguritan ini berhasil membuktikan bahwa sastra daerah memiliki ruang yang luas untuk terus berkembang dan relevan di tengah derasnya arus sastra global. Mereka membuktikan bahwa tradisi bisa menjadi sumber inovasi, bukan sekadar peninggalan masa lalu. Setiap halaman menawarkan kesempatan untuk mendengar suara hati yang terungkap melalui estetika linguistik yang tinggi.
Sebuah bacaan wajib bagi pecinta sastra dan pelestari bahasa.